PWM Sumatera Utara - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Sumatera Utara
.: Home > Naskah Pengajian

Homepage

Amal Terbaik Dalam Perspektif al-Qur’an

Oleh : Prof.Dr.H.Asmuni,MA

(Guru Besar IAIN,UMSU, Ketua PWM,dan Agt Dewan Pendidikan Sumut)

 

Mengawali uraian ini mari kita perhatikan firman Allah dalam surat al-Muluk ayat 1-2 . Artinya “Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (1). Dia (Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (2).

Dalam ayat ini, paling tidak ada dua hal yang sangat penting. Pertama, Allah memperingatkan, bahwa Dia-lah pemilik mutlak segala kekuasaan yang ada. Siapapun yang sedang berkuasa, jangan sombong atau takbur. Kekuasaan, jangan digunakan untuk merendahkan orang lain. Tidak boleh ia digunakan untuk mengintimidasi orang yang ada dalam kekuasannya. Kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Raja, Presiden,dan sebagainya adalah kekuasaan yang diberikan Allah. Dia harus digunakan sesuai dengan kehendak Allah. Menjalankan kekuasaan dengan cara sewenang-wenang adalah melanggar amanah. Kalau sudah berjanji, wajib dipenuhi, jangan dilanggar dengan berbagai dalih atau alasan. Allah telah mengingatkan bahwa janji itu akan dimintai pertangung jawaban. Hal ini dinyatakan dalam surat al-Isra’ ayat 34. Artinya, dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.  Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. Semua kekuasaan yang ada pada manusia, dapat hancur binasa jika Allah menghendakinya. Hindarilah kesombongan, dan kesewenang-wenangan serta tepatilah janji jika sudah berjanji. Janji kepada Allah, wajib ditunaikan dan janji kepada manusia juga wajib dipenuhi. Hablum minallah dan hablum minannas merupakan dua konsep yang berbeda, tetapi harus integral dalam pengamalan.

Kedua, manusia harus bisa mewujudkan sesuatu yang terbaik dan itulah yang dikehendaki Allah. Melakukan amal yang terbaik, adalah suatu keniscayaan. Semua orang, sesungguhnya pasti menghendaki sesuatu yang terbaik. Dalam mengkonsumsi makanan dan minuman, orang ingin yang terbaik. Memiliki pakaian, juga pasti ingin pakaian yang terbaik. Dalam aspek pendidikan dengan segala tingkatannya, orang mencari yang terbaik.  Apapun bidangnya, kalau mempunyai prediket terbaik, pasti akan dicari orang. Kehendak Allah tentang hal ini, sama dengan tuntutan nurani manusia.

Imam Fakhrurrazi dalam tafsirnya al-kasysyaf, menyatakan bahwa manusia dalam hidup ini, diuji Allah untuk mengetahui siapa orang yang memiliki amal terbaik. Jadi, hidup ini bukan anggar kekayaan, pangkat, kedudukan dan lainnya. Mobil mewah, usaha bisnis yang banyak sebagai indikasi daripada orang  kaya, tidak ada artinya kalau tidak bisa menjadikan diri menjadi orang yang terbaik amalnya. Ada dua faktor, menurut Imam fakhrurrazi yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi yang terbaik amalannya. Pertama, dalam melakukan pekerjaan, apapun bentuknya harus didasari dengan ihlas karena Allah. Bukan melakukan suatu perbuatan karena ingin mendapat pujian, sanjungan dan imbalan dari orang lain.

Ihlas, adalah perbuatan batin yang tidak dapat diketahui orang lain dengan pasti. Perbuatan batin dimaksud, adalah membersihkan diri dari perbuatan orang lain. Dalam sebuah karyanya tentang keikhlasan, Badiuzzaman Said Nursi mengatakan betapa pentingnya manusia membersihkan diri dari kebutuhan untuk menerima pujian dari orang lain.  Setiap individu harus bisa meninggalkannya dan berpaling hanya untuk mendapatkan rido Allah. Nursi mengatakan; engkau harus mencari keridoan Ilahi dalam setiap tindakan. Jika Allah Yang Mahakuasa merasa rido, tidak ada pentingnya seluruh dunia ini. Jika Allah menerima suatu perbuatan dan manusia menolak, tak ada pengaruh bagi-Nya sedikitpun jua. Sekali keridoan Allah diperoleh dan Dia menerimanya, manusia pasti akan beruntung  dan bahagia. Tanpa kita minta kepada-Nya, Allah dengan kebijaksanaan-Nya akan memberikan sesuatu yang terbaik. Allah akan membuat orang lain juga dapat menerimanya. Ia akan membuat mereka rido terhadap perbuatan tersebut. Karena itulah, tujuan satu-satunya dalam penghambaan ini adalah untuk mencari rido bukan pujian daripada manusia (Badiuzzaman Said Nursi, Kumpulan Risalah an-Nur, Kumpulan “Cahaya”, Cahaya Ke-21).

Ini, adalah konsekuensi dalam memahami arti keikhlasan. Ditekankan bahwa sekali Allah rido, tidak ada sesuatu pun di seluruh dunia ini yang akan berpaling dari diri seseorang. Selain itu, Allah juga mengendalikan semua hati manusia. Jika Allah sudah berkehendak, Dia akan membuat semua orang akan rido kepada dirimu. Orang seperti ini, pasti akan memperoleh kehidupan yang penuh dengan ketenteraman batin. Hidupnya tidak akan gelisah, terhindar dari segala malapetaka.

Di sisi lain, jika Allah tidak memberikan rido-Nya kepada seseorang, tidak akan mungkin kehidupannya penuh dengan makna. Setiap mukmin sejati, memahami dengan pasti bahwa jika ia hanya mendapatkan rido manusia, semua itu tidak ada artinya di hadapan Allah. Dia tidak akan mendapatkan apa-apa untuk bekalnya di hari akhirat kelak. Mungkin saja banyak jumlah orang yang meridoinya, kekayaan banyak, dan kekuasaannya tinggi. Semua itu lemah dan sirna ditelan masa. Semua itu akan kehilangan kekuatannya setelah membusuk di perut bumi. Dukungan dengan jumlah yang besar dari orang lain dengan imbalan material, tidak akan berarti apa-apa di hari kemudian nanti. Hanya Allah yang abadi, Dia maha segalanya dan hanya Dia yang kita harapkan rido-Nya. Dengan memahami kebenaran ini, orang akan bisa mendapatkan pemahaman keikhlasan yang abadi. Ia harus menuju kepada keridoan Allah dan membebaskan dirinya dari sanjungan dan pujian orang lain. Siapa saja yang memiliki kepribadian ihlas, niscaya akan menjadi orang yang terbaik amalannya. Itulah pesan Allah lewat al-Quran. Jangan hanya dijadikan wacana, tetapi harus dapat diaplikan dalam kehidupan ini. Semoga kebahagiaan yang hakiki dapat bersemayan dalam jiwa kita.

Setiap orang beriman yang berharap untuk mendapatkan keikhlasan, harus dapat membebaskan dirinya dari kekhawatiran terhadap apa yang akan dikatakan orang lain. Kekhawatiran ini mengakar dalam komunitas masyarakat yang kurang cerdas. Seseorang tidak akan pernah dapat berbuat ikhlas dengan murni selama ia membutuhkan pengakuan dari orang lain. Seseorang harus selalu ikhlas dalam niatnya dengan murni mencari keridoan Allah. Namun demikian, tidak sedikit orang lain memberikan kerelaan kepada orang lain. Ini, tidak bermanfat baginya kecuali Allah merelakannya juga. Orang yang mendapatkan keridoan, bantuan, cinta, dan pengakuan Allah, niscaya dia akan mendapatkan bantuan yang bisa didapatkan oleh semua orang.

Jika ia berlaku ikhlas, Allah akan membuatnya mampu menjalani keidupan yang paling baik di dunia dan di akhirat. Allah memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam hidupnya. yang tidak didapatkan dari manusia, serta menganugerahinya persahabatan yang tidak dapat dibandingkan dengan persahabatan dengan manusia. Dalam salah satu karyanya, Said Nursi juga menegaskan, keridoan Allah sudahlah cukup. Jika Dia menjadi kekasihmu, semuanya akan menjadi kekasihmu. Jika Dia bukan kekasihmu, pujian dari seluruh bumi tidaklah berarti. Kerelaan dan keridoan manusia, jika dicari melalui perbuatan duniawi lainnya, akan menggagalkan perbuatan tersebut. Jika mereka tergoda, kemurnian itu akan sirna dari pandangan mata.

Wahai jiwa yang rendah, jika engkau mendapatkan rido Tuhanmu dengan kasih dan pengabdianmu, cukuplah hal itu bagimu dan tidak perlu lagi mencari rido manusia. Jika manusia setuju dan menerima kepentingan Allah, hal itu adalah baik. Jika mereka melakukan sesuatu untuk mendapatkan keberkahan dunia, hal itu sama sekali tak ada nilainya. Karena mereka adalah hamba-hamba yang lemah, sepertimu. Memilih pilihan kedua di atas berarti kemusyrikan. Jika seseorang melakukan suatu pekerjaan untuk penguasa, hal itu harus dilaksanakan. Jika tidak, akan muncul banyak masalah dan situasi yang sulit. Keikhlasan merupakan perbuatan batin, tetapi sangat menentukan dalam mewujudkan amal yang terbaik.

Faktor kedua, untuk menjadikan diri sebagai orang yang paling baik amalnya adalah kebenaran. Imam Fakhurrazi menegaskan bahwa ukuran benar dan salah adalah sunnah Rasulullah. Tegasnya, dalam melakukan ibadah mahdoh seperti salat, puasa, haji dan lainnya maupun ghoiru mahdoh seperti bersedekah, infak dan lainnya harus sesuai dengan sunnah Rasulullah. Manusia, siapaun orangnya tidak boleh membuat kebijaksaan baru dalam beribadah kepada Allah. Kewajiban salat lima waktu satu hari satu malam, jangan dikurang atau ditambahi. Puasa Ramadon sebagai salah satu rukun Islam, jangan diengkari atau diganti dengan sejumlah uang tanpa alasan syar’i. Jangan dikatan haji itu sah dilaksanakan di tempat selain Mekah al-Mukaramah.  Ibadah sosial sebagai pendamping ibadah mahdoh harus dilaksanakan dengan yang benar sesuai dengan petunjuk Rasullah.  Soal teknis pelaksanaannya, terserah kepada orang yang melaksanakannya, tetapi jangan ada secercah motif ria atau ingin memberikan kerusakan kepada orang lain.

Ihlas dan benar yang merupakan unsur penting dalam mewujudkan diri sebagai orang yang paling baik amalnya. Keduanya,  adalah milik semua orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Keduanya, bukan hanya milik orang kaya dan pejabat, tetapi orang fakir dan miskin juga dapat  memilikinya. Ada orang yang kerjanya hanya jual beli barang-barang botot atau barang yang sudah tidak berguna lagi. Akan tetapi, di antara mereka ada yang imannya begitu tangguh. Salat lima waktunya tidak pernah tinggal. Ibadah Ramadonnya dilaksanakan dengan baik. Setiap hari raya idul adha dia ikut berkurban bersama dengan orang-orang yang kaya. Dia sisihkan penghasilannya setiap hari, lalu dia tabung. Menabung selama satu tahun, cukup untuk berkurban. Iman orag-orang yang seperti ini, sungguh mengagumkan dan perbuatannya merupakan indikasi sebagai orang yang amalnya  paling baik. Ada di antara mereka yang kerjanya pemulung, tetapi mampu melaksanakan ibadah haji. Hal ini, bukan hayalan, tetapi realitas yang nyata dan terjadi pada tahun 2012 yang lalu. Dia bahkan bukan hanya berangkat haji seorang diri, tetapi bersama dengan isterinya. Alangkah kerdil dan tipisnya iman yang ada dalam dada ini, setelah melihat kenyataan yang sedemikian rupa. Siapapun di antara kita behak menjadi orang yang amalnya terbaik (ihlas dan benar) yang insya Allah akan mendapat rido Allah dan masuk dalam Surga Jannatun Na’im..Wallahu a’lam bis shawab.


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website