PWM Sumatera Utara - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Sumatera Utara
.: Home > Naskah Pengajian

Homepage

KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh: Prof.Dr.H.Asmuni,MA (Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah)
Pendahuluan
    Gender adalah bahasa Inggeris yang berarti jenis kelamin. Permasalahan gender tampaknya masih tetap aktual untuk dicermati, sebab sudah sejak lama menjadi perdebatan. Gender mempunyai pengaruh dalam berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat. Kedudukan sosial dan dalam berbagai aspek hukum selalu didasarkan pada  gender atau perbedaan jenis kelamin. Laki-laki mempunyai kedudukan dan prestise yang sangat berbeda dengan perempuan. Tanggungjawab utama dalam keluarga tetap ada pada laki-laki dan tidak ada pada diri perempuan. Kepemimpinan dalam masyarakat dan negara selalu dipercayakan kepada kaum laki-laki. Tradisi dalam masyarakat primitif sudah sejak lama memberlakukan hal yang sama.

Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka mengangkat seorang pemimpin yang paling tua dan berwibawa dari laki-laki dan bukan dari kaum perempuan.  Gotong royong yang merupakan ciri kehidupan masyarakat kita memang melibatkan kaum perempuan, akan tetapi tetap ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keterlibatan kaum perempuan tetap mempunyai perbedaan dengan laki-laki. Pada umumnya, kaum perempuan dilibatkan dalam pekerjaan yang tidak berat  dan tidak membahayakan.  Misalnya, gotong royong menanam atau menuai padi, menanam atau panen palawija dan sebagainya.  

Dalam mengerjakan tugas-tugas untuk memperoleh keperluan rumah tangga dalam masyarakat pedesaan, juga melibatkan keterlibatan kaum perempuan. Namun demikian, kaum perempuan tetap diberikan tugas yang lebih ringan dibanding dengan tugas laki-laki. Untuk menebang hutan, membakar semak belukar, berburu, dan menagkap ikan di laut lepas adalah tugas laki-laki. Perempuan mengerjakan tugas-tugas yang ringan seperti menangkap ikan di tempat-tempat yang tidak membahayakan, menabur benih tanaman,  menyiangi padi di sawah, memanen padi atau palawija di ladang  dan sebagainya. Dalam masyarakat perkotaan, tampaknya masih banyak yang mengikuti tradisi masyarakat pedesaan. Laki-laki bekerja di pelabuhan-pelabuhan sebagai buruh, menarik beca dayung, kerja bangunan, menggali barang tambang dan sebagainya.

Suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa kaum  perempuan selalu terlibat dalam berbagai aktivitas, akan tetapi eksistensi mereka telah lama menjadi perdebatan oleh para kaum intelektual, mulai pada zaman kuno sampai sekarang ini. Ada orang yang memandang   bahwa perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, dan ada pula yang menilainya sebagai makhluk yang tidak sempurna. Menurut bangsa Yunani Kuno, kaum perempuan   sama rendahnya dengan barang dagangan. Ia dapat diperjualbelikan di pasar-pasar dan tidak diakui hak-haknya. Mereka tidak diberikan bagian harta warisan dan tidak ada kebebasan menggunakan harta kekayaannya sendiri.  Hak-hak mereka tidak dihargai, dan kedudukan mereka dipandang rendah.

Bangsa Romawi Kuno memandang perempuan sebagai makhluk yang tidak punya ruh. Kaum perempuan sering diperlakukan bagaikan hewan seperti dipukul dengan cambuk, diikat di pohon kayu dan sebagainya. Sementara orang-orang Cina memandang   perempuan sebagai makhluk yang renda. Seorang suami berhak menjual isterinya seperti menjual budak. Jika seorang perempuan menjadi janda, maka keluarga mendiang suaminya berhak atas dirinya dan ia dijadikan seperti barang warisan. Di antara kebudayaan lama, hanya kebudayaan Mesir kuno yang memandang perempuan  sebagai makhluk yang sempurna. Mereka diberi hak seperti kaum laki-laki, baik dalam negara masyarakat dan keluarga.  
  
Sebelum Islam, kaum perempuan tidak mendapat harta warisan dari kedua orang tuanya. Islam datang dengan memberikan kepada mereka  porsi warisan sesuai dengan ketentuan yang ada. Orang-orang Arab sebelum Islam, memandang kaum perempuan tidak lebih dari alat pemuas nafs seksual bagi laki-laki. Di kalangan mereka ada dikenal nikah istaibda’. Nikah dalam bentuk ini pada prinsipnya hanya untuk mendapatkan keturunan yang cedas. Caranya, seorang suami jika isterinya sudah suci dari haid, ia disuruh untuk pergi melakukan senggama dengan laki-laki yang mempunyai kecerdasan atau keutamaan. Sesudah itu, isterinya diasingkan dan tidak dipergauli sehingga ada tanda-tanda kehamilan dari laki-laki yang telah menggaulinya. Jika sudah pasti hamil, maka suaminya mau menggaulinya lagi atau ia dibiarkan begitu saja manakala ia sudah tidak suka lagi. 

Sejalan dengan hal ini, bangsa Arab sebelum Islam,   membenci kelahiran anak perempuan dan seringkali mereka membunuh bayi perempuan dengan cara menguburkannya hidup-hidup. Menurut mereka anak perempuan tidak dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap keluarga dan bahkan hanya akan menghilangkan prestise. Mereka tidak dapat dibawa untuk perang dengan musuh-musuh orang tuanya, sementara di waktu itu perang merupakan budaya dan kemenangan adalah simbul keperkasaan, prestise keluarga dan sukunya.
Perbuatan mereka tersebut dicela oleh Allah dan dinyatakan sebagai perbuatan yang keji lagi terkutuk. Menurut Ibn Kasir perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa yang mengerikan dari bangsa Arab pagan atau penyembah berhala. Beliau menegaskan bahwa ketika anak perempuannya lahir, ia merasa duka dan merasa terpukul seraya menghindarkan diri dari pergaulan dengan sesamanya. Biasanya, mereka memilih satu dari dua hal yang dilakukan oleh keluarga jika anaknya yang lahir perempuan. Pertama, mereka  tetap merawat anak perempuan tersebut dengan rasa malu, karenanya diintimidasi dan tidak memberi rasa kasih sayang. Kedua, mereka membunuhnya dengan cara menguburkannya hidup-hidup.

Dalam masalah perkawinan, laki-laki memiliki kekuasaan yang mutlak terhadap kaum perempuan. Seorang laki-laki boleh saja memiliki isteri dengan jumlah yang banyak sesuai dengan kemampuannya. Ada seorang laki-laki yang memiliki isteri sepuluh, lima belas dan bahkan sampai dua puluh  orang dan ada yang lebih dari itu. Ada di antara sahabat yaitu Ghailan as-Saqafiy yang mempunyai isteri sepuluh orang pada masa jahiliyah. Setelah ia masuk Islam,   Rasulullah saw menyuruhnya untuk menceraikan isteri-isterinya tersebut sehingga maksimal tinggal empat orang. Lebih lengkapnya hadis tersebut sebagai berikut :
عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ غَيْلَانَ بْنَ سَلَمَةَ الثَّقَفِيَّ أَسْلَمَ وَتَحْتَهُ عَشْرُ نِسْوَةٍ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَرْ مِنْهُنَّ أَرْبَعًا.رواه أحمد.
Artinya; Dari az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya bahwasanya Ghailan Ibn Salamah as-Saqafiy masuk Islam dan waktu itu ia mempunyai sepuluh isteri, maka Rasulullah saw berkata kepadanya pilihlah empat orang di antara mereka. Hadis riwayat Ahmad.
Hadis ini dijadikan hujjah (alasan) oleh jumhur ulama (mayoritas lama) tentang kebolehan  laki-laki berpoligami dengan 4 orang isteri sebagai batas maksimal. Lebih dari 4 orang hukumnya haram, tetapi  kelompok Syiah dan Zahiriyah membolehkan laki-laki memiliki isteri sampai 9 orang. Mereka berpendapat bahwa  huruf waw sebagai kata penghunung dalam firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 3 yaitu lafaz  masna wa sulasa wa rubaa   (فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ  ) adalah untuk penjumlahan bukan pilihan seperti yang difahami oleh ahlu sunnah. Tegasnya, jika dijumlahkan dua ditambah dua = 4, tiga ditambah tiga = 6 dan empat ditambah empat = 8 . Maka empat ditambah enam ditambah delapan sama dengan 18. Itulah penafsiran yang sangat berbeda dengan penafsiran jumhur ulama. Sebenarnya, sudah lama terjadi perbedaan persepsi yang seperti itu.

Pendapat ini sangat sulit untuk diterima karena argumentasinya tidak cukup kuat. Selain daripada itu, jika dikaitkan dengan tanggung jawab suami dalam perkawinan juga sulit untuk dilaksanakan. Harus diketahui bahwa tanggung jawab seorang suami kepada isterinya bukan semata-mata hanya memberikan kepuasan batin, tetapi harus memberikan tanggung jawab lahir dan batin. Dapat diyakini, kehidupan rumah tangga akan sulit mewujudkan pergaulan yang harmonis jika seorang suami mempunyai isteri yang jumlahnya sampai delapan belas orang. Dari aspek pemberian nafkah lahiriyah juga  sulit tercapai, belum lagi tanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya dan aspek kesehatan.

Jika tujuan perkawinan itu hanya untuk memuaskan hawa nafsu laki-laki saja masih mungkin dapat dilaksanakan. Itupun kemungkinan hanya dalam batas-batas waktu tertentu. Artinya, penyaluran hubungan seksual hanya dapat dilakukan dikala seorang laki-laki masih berusia muda dan dalam kondisi yang prima. Jika usianya sudah mencapai empat puluh tahun, tentu dorongan seksualnya sudah pasti akan menurun. Dalam kondisi seperti ini, hubungan seksual dengan isteri yang jumlahnya banyak tidak akan mungkin dapat memberikan kepuasan, bahkan hanya akan memberikan kekecewaan. Munculnya kekecewaan demi kekecewaan dari pihak isteri sudah barang tentu akan melahirkan disharmonisasi dalam keluarga. Dengan demikian, pendapat yang menyatakan boleh kawin dengan wanita yang jumlahnya sampai delapan belas orang adalah pendapat yang sulit untuk diterima dan merupakan pelecehan terhadap kaum wanita yang telah dimuliakan oleh Islam.

Dalam era globalisasi dewasa ini, perdebatan tentang kesetaraan  gender semakin banyak diperbincangkan baik dalam dialog interaktif, seminar dan dalam kegiatan lainnya. Perdebatan tentang topik tersebut semakin popular setelah terjadinya Konferensi Perempuan se Dunia ke empat di Beijing pada tahun 1995 yang lalu. Semenjak itu, bergulirlah program Pengurusutamaan Gender ( Gender Mainstreaming). Pada waktu itu telah disepakati bahwa kesetaraan  Gender dalam pembangunan merupakan sesuatu yang sangat urgen. Segala aspek penbangunan dalam satu Negara harus memperhatikan masalah gender. Berdasarkan retifikasi dan demokratisasi, setiap anggota PBB diwajibkan membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Semua tata aturan yang ada relevansinya dengan perkawinan, hubungan kekeluargaan harus didasarkan atas persamaan antara laki-laki dan perempuan.

    Lahirnya Undang-undang tentang kekerasan dalam rumah tangga, undang-undang Perlindungan Anak dan munculnya ide amandemen undang-undang perkawinan no.1/1974 adalah langkah nyata dari konsep kesetaraan gender. UNDP sesungguhnya sejak tahun 1995 telah menetapkan adanya ideal equality 50 : 50. Artinya, perempuan yang berkiprah di sektor publik harus sama dengan jumlah laki-laki. Dengan proporsi tersebut , maka jika ada anggota parlemen laki-laki 150 orang, perempuan juga harus berjumlah 150 orang. Munculnya ide pengembangan pemikiran tentang bolehnya kawin beda agama, pluralisme agama, isteri juga memiliki hak cerai, suami harus beriddah seperti perempuan, persamaan porsi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam menerima harta warisan merupakan implikasi dari konsep kesetaraan dan keadilan gender. Hal-hal seperti ini, tentunya harus tetap diwaspadai dengan cermat, agar umat Islam tidak terjerumus ke dalam kesalahan yang fatal. Pembaharuan pemikiran sebagai hasil ijtihad adalah sesuatu yang terus akan berkembang. Akan tetapi yang lebih penting dipertimbangkan adalah apakah hasil ijtihad baru tersebut kemaslahatannya lebih besar atau justeru kemuderatannya yang lebih besar. Jika kemuderatannya lebih besar daripada kemaslahatannya berarti pendapat tersebut harus ditolak, sebab tidak sejalan dengan maqasid as-Syariah (tujuan ditetapkannya hukum menurut Islam). Atas dasar ini, maka umat Islam jangan terlalu mudah dengan pendapat para pembaharu apalagi jika pertimbangannya mutlak didasarkan kepada hasil pemikiran rasional.

Sekilas Tentang Persepsi Terhadap Gender
    Eksistensi gender atau perbedaan kelamin telah lama menjadi perdebatan oleh berbagai kalangan dalam masyarakat. Menurut bangsa Yunani Kuno, laki-laki dan perempuan mempunyai status yang sangat berbeda dalam berbagai aspek kehidupan. Laki-laki merupakan simbol keperkasaan dan kekuasaan, sedangkan perempuan mempunyai kedudukan yang sama rendahnya dengan barang dagangan. Ia dapat diperjualbelikan di pasar-pasar dan tidak diakui hak-haknya. Mereka tidak diberikan bagian harta warisan dan tidak ada kebebasan menggunakan harta kekayaannya sendiri.  Hak-hak mereka tidak dihargai, dan kedudukan mereka dipandang rendah. Sementara di kalangan bangsa Romawi Kuno kaum perempuan dianggap tidak punya ruh, dan sering diperlakukan bagaikan hewan seperti; dipukul dengan cambuk, diikat di pohon kayu dan sebagainya. Orang-orang Cina berdasarkan tradisi yang sudah berkembang dalam masyarakat, mereka memandang bahwa perempuan adalah makhluk yang rendah dan seorang suami berhak menjual isterinya seperti menjual budak. Jika seorang perempuan menjadi janda, maka keluarga mendiang suaminya berhak atas dirinya dan ia dijadikan seperti barang warisan. Di antara kebudayaan lama, hanya kebudayaan Mesir kuno yang memandang perempuan  sebagai makhluk yang sempurna. Mereka diberi hak seperti kaum laki-laki, baik dalam negara, masyarakat dan keluarga.   
 
Sebelum Islam, perempuan tidak mendapat harta warisan dari kedua orang tuanya, tetapi Islam datang dengan memberikan kepada mereka  porsi sesuai dengan ketentuan yang ada.  Orang-orang Arab sebelum Islam, memandang kaum perempuan tidak lebih dari alat pemuas nafs seksual bagi laki-laki. Di kalangan mereka ada dikenal konsep nikah istaibda’. Nikah dalam bentuk ini, pada prinsipnya hanya untuk mendapatkan keturunan yang cedas. Caranya, seorang suami jika isterinya sudah suci dari haidnya, ia disuruh untuk pergi melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang mempunyai kecerdasan atau keutamaan. Sesudah itu, isterinya diasingkan dan tidak dipergaulinya sehingga ada tanda-tanda kehamilan dari laki-laki yang telah menggaulinya. Jika sudah pasti hamil, maka suaminya mau menggaulinya lagi atau ia dibiarkan begitu saja manakala ia sudah tidak suka lagi.  Budaya yang tidak sehat itu, akhirkan dibatalkan oleh ajaran Islam, sebab tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan persamaan hak.

Bangsa Arab sebelum Islam juga telah memberlakukan gender atau perbedaan kelamin sebagai hal yang diskriminatif. Mereka  membenci kelahiran anak perempuan dan seringkali mereka membunuh bayi perempuan dengan cara menguburkannya hidup-hidup. Menurut keyakinan mereka, anak perempuan selalu membawa nasib sial, tidak dapat memberikan sumbangan yang besar terhadap keluarga dan bahkan hanya akan menghilangkan prestise keluarga. Mereka tidak dapat dibawa perang dengan musuh-musuh orang tuanya, padahal di waktu itu perang merupakan budaya dan kemenangan adalah simbul keperkasaan dan prestise keluarga dan sukunya.  Perbuatan mereka dicela oleh Allah dan dinyatakan sebagai perbuatan yang keji. Menurut Ibn Kasir perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa yang mengerikan dari bangsa Arab paganisme atau penyembah berhala. Beliau menegaskan bahwa ketika anak perempuannya lahir, ia merasa duka dan merasa terpukul seraya menghindarkan diri dari pergaulan dengan sesamanya. Biasanya, mereka memilih satu dari dua hal yang dilakukan oleh keluarga jika anaknya yang lahir perempuan. Pertama, mereka  tetap merawat anak perempuan tersebut dengan rasa malu, karenanya diintimidasi dan tidak memberi rasa kasih sayang. Kedua, mereka membunuhnya dengan cara menguburkannya hidup-hidup.

Persoalan gender atau kedudukan kaum perempuan tampaknya  merupakan sesuatu yang sangat penting. Dalam masalah perkawinan, kaum laki-laki memiliki kekuasaan yang mutlak terhadap kaum perempuan. Seorang laki-laki boleh saja memiliki isteri dengan jumlah yang banyak sesuai dengan kemampuannya. Ada seorang laki-laki yang memiliki isteri sepuluh orang dan bahkan lebih dari itu. Ghailan as-Saqafiy adalah di antara sekian banyak laki-laki di masa jahiliyah yang  mempunyai isteri banyak yakni sepuluh orang.  Setelah ia masuk Islam, Rasulullah saw menyuruhnya untuk menceraikan isteri-isterinya tersebut hingga  tinggal empat orang.
Fakta historis menunjukkan, bahwa Allah telah memberikan kemampuan intelektualitas kepada kaum perempuan seperti yang diberikan kepada kaum laki-laki. Ratu Bilqis merupakan  contoh nyata bahwa perempuan juga mempunyai kemampuan intelektual dan kematangan emosional, sehingga ia mampu tampil sebagai penguasa. Siti Hajar seorang perempuan bersahaja yang menjadi isteri nabi Ibrahim As, adalah sosok perempuan yang memiliki kelebihan dan kemampuan, sehingga menjadi tauladan dalam kehidupan bermasyarakat. Siti Hajar, sebagai seorang perempuan bersama anaknya Ismail yang ditinggal di gurun pasir sahara hidup sendirian tanpa bantuan  orang lain. Dia tetap mampu membesarkan dan mendidik anak sampai menjadi seorang nabi. Siti Khadijah dalam rentetan sejarah adalah termasuk seorang perempuan karir dan berprestasi dalam dunia bisnis.  Ia adalah perempuan yang menjadi konglomerat sebelum nikah dengan baginda Rasul Saw.  Setelah resmi menjadi isteri nabi kekayaannya dipergunakan untuk menegakkan ajaran Islam. Seorang Khadijah tidak akan mungkin tampil sebagai konglomerat, jika ia orang yang idiot dan tidak memiliki kemampuan emosional (emotional question).

Zainab binti Jahsin ra –ummul mukminin- sejak masa mudanya  kreatif dan memiliki kecermelangan intelektual. Sejak masa awal, ia menekuni pekerjaan wirausaha yaitu menyamak kulit binatang dan menjahitnya. Profesinya telah menghantarkan dirinya menjadi seorang hartawan dan dermawan  yang gigih dalam membela Islam lewat hartanya. Aisyah ra, juga adalah sosok perempuan yang tidak kalah  kemampuan intelektualitas dengan kaum laki-laki. Ia adalah seorang perempuan yang kreatif dan isteri nabi yang banyak menghafal hadis. Menurut  tercatat sejarah ia pernah terlibat dalam kancah politik dengan melakukan pemberontakan untuk menuntut kematian Usman ibn Affan.  Peristiwa tersebut dikenal dengan perang Unta atau perang jamal, sebab Aisyah berperang dengan mengendarai unta.
Pada peristiwa penaklukan kota Mekkah, Nabi Muhammad saw dibai’at oleh kaum laki-laki dan perempuan. Mereka datang kepada nabi untuk menyatakan dukungannya dan berjanji menerima Islam sebagai agama mereka. Mereka tidak akan menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan-Nya, seraya berjanji akan menghormati batas-batas yang ditetapkan Allah dan menghindari pelanggaran hukum. Peristiwa baiat ini merupakan bukti nyata bahwa Nabi sendiri telah mengakui eksistensi kesetaraan genderdalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan gencarnya gebrakan kaum perempuan dalam menuntut hak-haknya yang selama ini diabaikan, timbullah kesadaran tentang keberadaan kaum perempuan. Dalam penelitian yang dilakukan di lingkungan University Of Ketucky Lexington Amerika Serikat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Kaum perempuan tidak lagi dianggap sebagai warga negara yang lebih rendah dari kaum laki-laki tentang peran, tanggungjawab dan hak-haknya.
Kecakapan, keterampilan dan kemampuan tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin atau gender.
Jenis kelamin bukanlah faktor penting dalam proses evaluasi, promosi dan pemberian penghargaan pegawai.
Perempuan diberi kesempatan yang sama untuk posisi-posisi kepemimpinan di Universitas.

Dari hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa masyarakat sudah menerima tuntutan kaum perempuan dalam memberikan hak-hak yang sama atau kesetaraan dan keadilan gender. Namun demikian, ada indikasi bahwa kaum perempuan belum mampu sepenuhnya memenuhi harapan-harapan dimaksud. Hal ini didasarkan atas temuan-temuan sebagai berikut :
Jabatan-jabatan puncak di Universitas sangat sedikit sekali yang dipegang oleh kaum perempuan.
Kaum perempuan hanya sedikit sekali yang menduduki jabatan dalam bidang tertentu seperti Keperawatan dan keperpustakaan.
Dosen tetap dari kaum perempuan hanya 10 %.
Terdapat 90 % jabatan menengah ke bawah bidang administrasi dipegang oleh kaum perempuan.

Mengamati perkembangan terkini di berbagai negara, terdapat kecenderungan  bahwa kaum perempuan tetap menginginkan  pembaharuan dalam berbagai kehidupan termasuk dalam bidang politik (kepemimpinan). Derasnya arus pembaharuan tersebut melahirkan kenyataan bahwa kaum perempuan dapat menjadi pemimpin dalam satu negara seperti di Banglades, Indonesia, Philipina,Amerika, Inggeris dan lainnya.

Terlepas dari persepsi tentang kesetaraan dan keadilan gender, yang jelas kaum perempuan harus berusaha maksimal untuk meningkatkan harkat dan derjat kemanusiaannya. Betapapun usaha yang dilakukan untuk memperbaiki pandangan masyarakat tentang masalah kesetaraan gender, jika usaha meningkatkan kemampuan tidak dilakukan, hasilnya tidak akan dapat diperoleh secara maksimal. Persepsi negatif terhadap perempuan seperti pelacuran, porno grafi, porno aksi perdagangan kaum perempuan dan lain-lainnya akan dapat dieliminir manakala ada upaya-upaya yang maksimal ke arah tersebut.
Kesetaraan gender   

A. Dalam Aspek Sosial dan Ritual Religius.
Permasalahan gender yang terkait dengan aspek sosial dan ritual religius terdapat dalam beberapa ayat Alquran. Di antaranya, Allah  berfirman dalam surat at-Taubah ayat 71 sebagai berikut:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya:    
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan merka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan hendaklah selalu tolong-menolong, terutama dalam satu rumah tangga ,keduanya mempunyai tugas dan kewajiban yang sama untuk menjalankan amar ma’ruf, nahi munkar. Dalam aspek ritual religius Allah memberi kewajiban yang sama kepada laki-laki dan perempuan seperti untuk melaksanakan salat, zakat dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam masalah keimanan, melaksanakan amar maruf nahi mungkar dan dalam aspek ibadah atau ritual religious. 

Dalam menjalankan kewajiban ibadah puasa Ramadan, Allah telah memberi perintah yang sama dan tidak bersifat diskriminatif antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan tersebut  dinyatakan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya :Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepadamu puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang dari sebelum kamu mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa.
Allah telah mewajibkan puasa kepada orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan agar mampu menjadi manusia yang paripurna (taqwa). Ini, menunjukkan bahwa tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan tentang kemampuan menjalankan kewajiban puasa dimaksud. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah ini merupakan sesatu  yang jelas. Tegasnya,  kemampuan spiritual dan moral laki-laki dan perempuan adalah sama dan tidak ada diskriminasi.
Rasulullah Saw telah menjelaskan bahwa puasa dapat menghapus dosa-dosa yang telah dilakukan oleh seseorang. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadis riwayat Bukhari sebagai berikut :
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ .رواه البخاري.
 
Artinya :Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda : siapa saja orang yang menjalankan endirikan puasa ramadan dengan dasar iman dan penuh perhitungan, akan dihapus dosa-dosanya yang terdahulu. Hadis riwayat Bukhari.     


Hak Dalam   Mendapatkan Kesejahteraan
Umat manusia dalam hidupnya sudah pasti menghendaki kesejahteraan baik material maupun spiritual. Hal ini tentunya tanpa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam kaitan ini, Allah telah memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tegasnya, Allah telah mengakui adanya kesetaraan genderdan memperoleh kebahagian hidup. Dalam kaitan ini Allah berfirman pada surat an-Nahal ayat 97 :
 
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya : Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.     
Dalam ayat tersebut Allah telah memberi petunjuk bahwa karya kaum perempuan, dalam bentuk apapun yang dilakukannya dapat menjadi miliknya. Hal ini mencakup berbagai aspek ajaran termasuk di dalamnya masalah ibadat yang tidak mengenal adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.
 Tentang kesetaraan genderdalam memperoleh kebahagian hidup seperti yang dinyatakan Allah dalam surat an-Nisak ayat 32 :
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian  kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ayat di atas memberikan informasi yang  cukup jelas bahwa tidak ada diskriminasi bagi laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan sesuatu berdasarkan amal usahanya. Laki-laki dan perempuan sama-sama akan memperoleh karunia Allah dan keduanya diperintah untuk mencari karunia tersebut tanpa ada tendensi yang diskriminatif.  Atas dasar ini, tidak ada jalan atau alasan untuk merendahkan derajat kaum perempuan. Kaum perempuan dapat memperoleh amal kebajikan dan segala apa yang diinginkannya seperti yang diperoleh kaum laki-laki. Ketentuan ini adalah perwujudan kesetaraan genderdalam perspektif Alquran.

Hak Dalam Memperoleh Harta Warisan
Pembagian harta warisan merupakan suatu ketentuan hukum sekaligus cara pengalihan hak secara sah yang telah berlangsung secara turun menurun. Namun demikian, masyarakat Arab sebelum Islam tidak memberikan bagian harta warisan kepada kaum perempuan, sebab ia  tidak memiliki andil dalam mempertahankan dan mengangkat derjat keluarga. Islam datang untuk mengangkat keadilan gender dengan cara memberi bagian warisan kepada kaum perempuan dengan porsi yang tidak sama dengan laki-laki, tetapi dalam situasi tertentu bagian laki-laki dan perempuan adalah sama. Misalnya jika seseorang meninggal baik laki-laki maupun perempuan tidak mempunyai ayah dan tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja). Dalam situasi dan kondisi seperti ini, masing-masing dari mereka mendapat bagian seperenam (sama bagian laki-laki dan perempuan). Jika saudara-saudara ibu tersebut lebih dari satu orang mereka juga memperoleh bagian yang sama, sebab mereka berkongsi dalam sepertiga atau sama-sama mendapat bagian sepertiga. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat an-Nisa ayat 12 sebagai berikut :
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Artinya:
Jika seseorang meninggal dunia baik laki-laki maupun  perempuan dalam keadaan kalalah (tidak mempunyai anak dan orang tua) tetapi mempunyai saudara laki-laki atau perempuan (seibu saja), maka masing-masing mendapat bagian seperenam (sama bagian laki-laki dan perempuan). Jika mereka (saudara-saudara ibu tersebut) lebih dari satu orang, maka mereka berkongsi dalam bagian sepertiga (sama bagian laki-laki dan perempuan).

 Dalam surat yang sama Allah Swt telah juga menunjukkan konsep kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini dapat dilihat dalam surat An-Nisak ayat 7 sebagai berikut : 
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

Artinya: Bagi laki-laki adahak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi perempuanada hakbagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.

Ayat ini menunjukkan adanya kesetaraan genderdalam memperoleh harta warisan dari orang tuanya, sebab Allah telah menegaskan bahwa laki-laki dapat menerima bagian dari orang tuanya dan perempuan juga demikian.  Namun demikian,  terdapat ketentuan-ketentuan Allah yang terkesan diskriminatif dan tidak menunjukkan adanya kesetaraan dan keadilan gender.  Akan tetapi jika dicermati secara komprehensif dan inten sebenarnya ketentuan-ketentuan tersebut masih dalam kerangka kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini dapat ditemukan dalam Alquran surat An-Nisa ayat 11 sebagai berikut :
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, bagian seorang laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Jika anak perempuan tersebut lebih dari dua orang, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka bagiannya adalah separoh harta. Dan untuk dua orang ibu bapak masing-masing mendapat bagian seperenam dari harta yang ditinggalkan jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan jika ia diwarisi oleh ibu bapaknya, maka ibunya mendapat bagian sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa orang saudara, maka ibunya mendapat bagian sepertiga sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu kamu tidak mengetahui di antara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah, sesungguhnya Allah Maha Menegtahui lagi Maha Bijaksana.

 Ketentuan ayat di atas memang terkesan diskriminatif dan tidak menggambarkan kesetaraan dan keadilan gender, sebab dinyatakan dengan tegas bahwa bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Akan tetapi dalam ayat tersebut  dinyatatakan bahwa bapak (laki-laki) dan ibu (perempuan) memperoleh bagian yang sama yaitu masing-masing dapat seperenam jika anaknya yang meninggal tersebut tidak mempunyai anak. Ini, pernyataan yang cukup jelas bahwa Allah telah melegalisasi adanya konsep kesetaraan dan keadilan gender. Dengan demikian, tidak seluruh  ayat tentang warisan semuanya bias gender, tetapi ada yang legegalisasi kesetaraan dan keadilan gender. Apabila kita menelusuri fakta historis bahwa kaum perempuan sebelum Islam tidak memberikan bagian dari harta warisan dari orang tuanya sedikitpun juga lalu kepada mereka diberikan bagian dengan porsi tertentu, maka hal ini sesungguhnya adalah wujud dari kesetaraan genderbukan bermakna diskriminatif.
Suatu hal yang harus dicermati dengan secara inten atau mendalam adalah pembagian harta warisan dalam Alquran sesungguhnya tidak terlepas dari pertimbangan fungsi dan kewajiban yang dibebankan kepada laki-laki. Ajaran agama telah memberikan ketetapan bahwa laki-laki wajib memberi mahar kepada isteri dan nafkahnya serta semua anak-anaknya, sementara perempuan tidak demikian. Jika berbicara tentang keberpihakan, sebenarnya Allah telah membela dan memihak kaum perempuan daripada laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari adanya kewajiban laki-laki (suami) kepada perempuan (isteri) baik berbentuk material maup non material karena laki-laki sangat memerlukan perempuan. Sementara perempuan yang juga  sangat memerlukan laki-laki dalam kehidupannya, ia tidak diberi kewajiban material tetapi hanya diberi kewajiban moral seperti menjaga kehormatan, santun dan patuh kepada suami. Ini, sekali lagi merupakan fakta yang jelas bahwa Allah sungguh telah berpihak kepada kaum perempuan daripada laki-laki. Ketentuan ini seharusnya selalu diingat dan disyukuri oleh semua kaum perempuan yang selama ini meresa direndahkan dan kurang dihargai.
Dalam kondisi tertentu, perempuan bisa memperoleh pembagian harta warisan lebih banyak dari laki-laki. Hal ini dapat terjadi di kala seorang isteri meninggal dunia dengan meninggalkan suami, ayah,ibu dan dua orang anak perempuan. Perhitungannya sebagai berikut :
     

Ahli Waris

Porsi dasar

Perhitungan

Bagian akhir

 

 

24

30.

Suami

1/4

6

6

Ayah

1/6 + sisa harta

       4 + 0

4

Ibu

1/6

4

4

2 anak perempuan

2/3

16

16

 

Jika isteri yang meninggal mempunyai uang sejumlah Rp 300.000.000, maka bagian ahli waris di atas adalah sebagai berikut :
Suami mendapat bagian          6/30 x Rp.300.000.000        = Rp   60.000.000
Ayah mendapat bagian             4/30   x Rp.300.000.000      = Rp   40.000.000
Ibu mendapat bagian                4/30   x Rp.300.000.000      = Rp   40.000.000
2 anak pr mendapat bagian     16/30   x Rp.300.000.000    = Rp 160.000.000.
Bagian satu or ang anak perempuan Rp.160.000.000 : 2  = Rp 80.000.000.  Ini merupakan fakta yang nyata bahwa perempuan (seorang anak perempuan) mendapat bagian yang lebih banyak dibanding dengan laki-laki ( suami)  atau (ayah). Atas dasar ini, tidak selamanya perempuan itu mendapat bagian yang lebih kecil daripada laki-laki.
Dalam kasus lain, perempuan justeru dapat memperoleh bagian yang lebih banyak dari laki-laki. Misalnya, seorang isteri meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris; suami, ayah,  ibu dan seorang anak perempuan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
 

             Ahli Waris                      Porsi Dasar                Perhitungan                Bagian Akhir
   
12
12
Suami 1/4 3 3
Ayah 1/6 + sisa 2+0 2
ibu 1/6 2 2
1 Anak Perempuan 1/2 6 6
    13 13
  

 

Dalam kasus ini juga terjadi aul atau pertambahan saham bagi bagian masing-masing ahli waris. Jika seandainya isteri yang meninggal dunia mempunyai uang sejumlah Rp.260.000.000, maka bagian masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut :
1. Suami  3/13 x Rp.260.000.000     = Rp    60.000.000.
2. Ayah 2/13 x Rp.260.000.000         = Rp    40.000.000
3. Ibu     2/13 x Rp.260.000.000        = Rp    40.000.000
4. 1 anak perempuan    6/13  x Rp.260.000.000=Rp  120.000.000.

    Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dalam hukum waris Islam tidak selamanya perempuan bagiannya setengah dari laki-laki. Bahkan dalam contoh kasus kedua bukan saja bagian perempuan dan laki-laki adalah sama ( ayah dan ibu), tetapi bagian perempuan ( 1 anak perempuan)  dua kali bagian laki-laki (suami). Atas dasar ini, tidak benar tuduhan bahwa hukum waris Islam adalah deskriminatif atau tidak mempunyai konsep kesetaraan dan keadilan gender. Allah Swt dalam kasus-kasus tertentu sangat memihak pada kaum perempuan, karena perempuan diberikan hak mendapat bagian dua kali lipat bagian laki-laki seperti contoh kasus di atas.
Hak Dalam Pembinaan Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan institusi yang sangat penting dalam mewujudkan pembinaan dan pendidikan non formal, sekaligus mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis. Sebagai suatu institusiDalam rumah tangga tentu harus ada yang menjadi pemimpin, sebab tanpa pemimpin akan terjadi kekacauan dan ketidakpastian. Allah Swt tampaknya telah memberikan wewenang kepemimpinan dalam rumah tangga kepada laki-laki sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nisa' ayat 34
 
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka ( laki – laki )  telah  menafkahkan  sebagian  dari  harta  mereka. Perempuan-perempuan yang taat adalah mereka yang senantiasa menjaga kehormatan mereka sebagaimana Allah memeliharanya. Dan perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan berbuat nusyuz atau durhaka, maka hendaklah kamu  nasehati mereka, dan kamu tinggalkan di tempat tidur mereka sendirian dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka, sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
 
Ayat di atas, memberikan kesan  tidak adanya kesetaraan gendertetapi adalah dominasi laki-laki terhadap perempuan. Laki-laki diberikan status pemimpin oleh Allah terhadap perempuan karena dua factor. Pertama karena Allah telah memberikan kelebihan laki-laki atas perempuan. Kedua, karena laki-laki wajib memberi nafkah kepada perempuan dan tidak sebaliknya. Di samping itu harus dicermati makna lafaz arrijal qawwamuuna alaa an-nisa ( الرجال قومون على النساء ) yang ada dalam ayat ini. Makna lafaz  qawwam adalah pemimpin, bertanggung jawab, menegakkan,membimbing, meluruskan dan lain-lain. Semantara keterkaitan  qawwam dengan arrijal mempunyai makna ; pemimpin dalam rumah tangganya, bertanggung jawab dalam urusan nafkah isteri dan keluarganya, meluruskan tingkah laku isteri dan keluarganya yang kurang baik,  membimbing isteri dan keluarganya ke jalan yang benar.   Atas dasar ini, maka makna arrijaal qawwamuuna  alaa an nisa’  ( الرجال قومون على النساء ) adalah laki-laki berkewajiban membimbing isteri ke jalan yang benar.
Allah juga telah memberikan legalisasi terhadap suami untuk menasehati, memisahkan tempat tidur dan bahkan memukul isteri pada saat isteri durhaka. Ketentuan ini, sering disalahgunakan oleh suami untuk melakukan tindak kekerasan terhadap isteri. Padahal, kebolehan memukul tersebut berdasarkan penjelasan Rasul Saw adalah pukulan selain muka dan tidak sampai membekas sedikitpun juga. Dalam satu riwayat dari Ibnu Jarir dari Ata’ dari Jureij  kebolehan memukul tersebut sangat terbatas dengan benda yang tidak membahayakan seperti memukul isteri dengan gundar atau gosok gigi.Bahkan menurut Ibn Abbas bahwa memukul perempuan itu bukanlah merupakan perbuatan yang wajar. Ini, merupakan petunjuk yang jelas bahwa suami tidak boleh memukul isteri sehingga mencederainya Kebolehan inipun merupakan pintu darurat atau  sebagai jalan yang terakhir, setelah usaha-usaha lainnya tidak membuahkan hasil. Rasulullah Saw sendiri sangat tidak menyukai suami yang berlaku kasar terhadap isteri dan beliau mengatakan bahwa suami yang paling baik adalah suami yang berlaku santun terhadap isterinya.Dalam riwayat lain Rasulullah menegaskan bahwa suami yang paling baik adalah suami yang bersikap baik kepada isterinya:
   
 عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ . رواه أحمد .

 Artinya:Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah saw ada bersabda; orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang akhlaqnya paling baik, dan orang yang paling baik di antaramu adalah yang berlaku baik kepada isteri-isterimu.
Menurut ketentuan hadis, perempuan adalah pendamping laki-laki dan bukan berstatus sebagai pembantu atau budak yang dapat diberlakukan sesuka hati. Ketentuan ini dijelaskan oleh Rasulullah saw sebagai berikut :
إنما النـــساء شــقا ئــق الرجال . رواه أحمـد والتـرمذى وأبو داود .
Artinya:
Sesungguhnya para perempuan menjadi teman (pendamping) bagi para laki-laki”. (HR. Ahmad Tirmidzi dan Abu Daud).
Memahami ayat-ayat Alquran dengan melihat penjelasan hadis adalah pemehaman yang komprehensif. Dengan pemahanam ini sesungguhnya ayat arrijaal qawwamuuna  alaa an nisa’  (  الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ ) tidak berkonotasi diskriminatif terhadap perempuan, tetapi justeru esensinya tetap menunjukkan adanya kesetaraan dan keadilan gender. Kalaupun laki-laki (suami) sebagai pemimpin dalam rumah tangga, tetapi isteri adalah pendamping bagi suami yang harus mendapat perlakuan secara wajar dan santun.
Atas dasar ini, makna qawwam (pemimpin)  bukanlah sebagai pemimpin otoriter, tetapi lebih tepat diberi makna pembimbin ke jalan yang benar. Antara orang yang membimbing dan yang dibimbing tidaklah selamanya berkonotasi herarkis dan dikhotomis, tetapi dapat bermakna kesejajaran atau kesetaraan. Seorang imam pada waktu salat berjamaah memang diberi posisi di depan untuk memberi arahan atau panutan terhadap para makmum yang ada dibelakangnya. Namun demikian, seorang imam tidaklah boleh bertindak melakukan perbuatan di luar ketentuan yang berlaku. Apabila seorang imam tersalah berhak diberi teguran dengan membaca subhanallah oleh para makmumnya. Jika imam secara tiba-tiba ia harus mundur dan harus digantikan oleh orang yang di belakangnya.
Seorang laki-laki yang berstatus sebagai suami memang diberi hak untuk memberikan arahan dan bimbingan terhadap perempuan sebagai isterinya. Akan tetapi ia tidak boleh berbuat menurut sesuka hatinya atau bertindak sewenang-wenang. Dia harus melakukan sesuatu menurut ketentuan yang dibenarkan, dan jika bersalah haruslah diingatkan oleh isteri sebagai pendamping dalam hidupnya. Ini kesemuanya tidaklah berkonotasi diskriminatif, tetapi tetap dalam kerangka kesetaraan dan keadilan gender.
Dalam Supremasi Hukum
    Untuk mewujudkan kehidupan yang tenang, tenteram dan harmonis penegakan supremasi hukum adalah suatu keniscayaan. Pengabaian terhadap ketentuan ini, akan melahirkan berbagai dampak yang negatif seperti kerusuhan, kekacauan, kesewenang-wenangan dan sebagainya. Atas dasar ini, maka segala bentuk kejahatan siapapun pelakunya harus dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Laki-laki dan perempuan yang melakukan tindak pidana perzihan misalnya harus diberlakukan sama di depan hukum, dan tidak boleh bersifat diskriminatif. Ketentuan ini dinyatakan Allah dalam surat An-Nur ayat 30 sebagai berikut :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya :
Perempuan-perempuan penzina dan laki-laki penzina, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah kamu merasa belas kasihan kepada keduanya dalam rangka menegakkan agama Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah satu golongan kelompok muslim menyaksikannya.
    Berkaitan dengan ayat di atas, Ibn Kasir menegaskan bahwa para Ulama telah memberikan rincian tentang pelaku zina itu ada dua kelompok. Pertama, dia masih gadis dan belum pernah nikah secara sah menurut hukum syra’, mereka disebut dengan zina ghairu muhsan. Pelaku zina yang masih gadis ini dijatuhi dengan hukuman dera atau cambuk seratus kali setelah itu diusir dari negerinya selama satu tahun sesuai dengan ketentuan hadis riwayat Bukhariy dan Muslim dari az-Zuhriy.Namun demikian, menurut Imam Hanafiy soal pengasingan satu tahun terserah kepada kepala negara (imam). Jika setuju, maka diasingkan selama satu tahun, jika imam tidak setuju boleh tidak diusir atau diasingkan.  Kedua, pelakunya sudah pernah nikah secara sah dan sudah melakukan hubungan suami isteri. Mereka disebut dengan zina muhsan dan hukumannya adalah hukuman rajam (dilempar dengan batu sampai mati). Ketentuan ini adalah implementasi dari kesetraan dan keadilan gender, sebab keberlakuan hukuman had atau cambuk dan hukuman rajam (dilempar dengan batu sampai mati  ) adalah sama antara laki-laki dan perempuan. Kalaupun orang ada yang memprotes bahwa  tidak adil jika hukuman yang diberlakukan kepada laki-laki dan perempuan sama dengan alasan perempuan adalah orang yang pasif, tetapi itulah keputusan Allah.
Dalam tindak pidana pencurian, juga tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan yang melakukan tindak pidana pencurian dapat dijatuhi hukuman yang sama yaitu hukum potong tangan. Ketentuan ini dapat dilihat dalam surat al-Maidah ayat 38:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ  فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya :Laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatannya yang  menetang hukum Allah, dan Allah Maha Mulia dan Maha Bijaksana.
    Menurut pendapat jumhur ulama batasan potong tangan adalah pergelangan tangan sesuai denga ketetan dalam hadis riwayat Bukari dan Muslim. Namun demikian, ada ulama lain yang berpendapat batasan potong tangan tersebut adalah siku. Batas miminal harta yang dicuri menurut Jumhur ulama (mayoritas ulama) adalah seperempat dinar dan pendapat lain adalah sepeuluh dirham.  Keberlakuan sanksi hukum ini berlaku sama untuk laki-laki dan perempuan yang mencuri harta orang lain dari tempat penyimpanannya. Dengan demikian, ini merupakan fakta yang nyata bahwa dalam tindak pidana pencurian tidak ada deskriminasi antara pria dan wanita.
    Melalui ayat di atas Allah telah memberikan informasi yang cukup jelas bahwa laki-laki dan perempuan yang berbuat zina dapat dijatuhi dengan hukuman dera seratus kali. Dalam melaksanakan hukuman tidak boleh mengenal belas kasihan kepada laki-laki dan perempuan yang telah berbuat mesum tersebut. Pemberlakuan hukum yang sama antara laki-laki dan perempuan adalah petunjuk yang jelas bahwa Allah sendiri telah mengakui adanya kesetaraan dan keadilan gender. Selanjutnya, laki-laki dan perempuan yang melakukan tindak pidana pencurian dapat dijatuhi dengan hukuman yang sama yaitu sama-sama dijatuhi dengan hukuman potong tangan. Jika laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang berbeda, tentulah Allah tidak memberlakukan hukuman yang sama. Bahkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar kesehatan, daya tahan tubuhnya kaum perempuan lebih kuat dari laki-laki. Di antara datanya, kematian bayi  perempuan lebih sedikit  daripada kematian bayi laki-laki, umur  perempuan rata-rata lebih panjang daripada umur laki-laki. Ketentuan-ketentuan ini, merupakan fakta yang menunjukkan tentang adanya konsep kesetaraan gender dalam Alquran.

Dalam Aspek Kejadian
Allah telah memberikan informasi bahwa manusia diciptakan dari kejadian yang sama antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dinyatakan dalam surat An-Nisa’ayat 1 :
يُّاايهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya :Wahai manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Ayat di atas telah memberikan informasi yang jelas bahwa asal kejadian laki-laki dan perempuan  adalah sama yaitu dari satu jenis. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa  jensis tersebut   adalah saripati tanah. Dari laki-laki dan perempuan itu akhirnya berkembang biak menjadi manusia yang banyak. Namun demikian, ada hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Tirmizi dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki bagian atas yang paling bengkok. Bahkan Ibn Kasir memberikan penjelasan bahwa Hawa dijadikan dari tulang rusuk  sebelah kiri yang bengkok daripada nabi Adam dan diambil pada waktu ia dalam keadaan tidur. Pada waktu bangun Adam  tercengang melihat Hawa  karena sebelumnya tidak ada perempuan di sampingnya. 
Hadis ini, banyak yang memahaminya dengan makna hakiki yaitu asal kejadian perempuan adalah benar-benar dari tulang rusuk laki-laki bagian atas yang paling bengkok. Pemberian makna seperti ini menimbulkan kesan negatif terhadap perempuan. Pertama, perempuan diciptakan dari bagian tubuh laki-laki sehingga derjat kaum perempuan itu rendah. Kedua, perempuan mempunyai tabiat yang bengkok yaitu selalu menyimpang dari ketentuan atau norma-norma agama. Kemudian, sifat tersebut selalu dihubungkan dengan berbagai perbuatan yang jelek seperti perempuan yang menjadi sebab banyaknya pelacuran dengan segala bentuknya. Kerusakan dalam rumah tangga banyak yang disebabkan oleh kesalahan perempuan karena ia boros, tidak dapat menjaga rahasia rumah tangga, mudah digoda dengan bujukan material oleh laki-laki lain dan sebagainya.
Pemahaman yang salah ini perlu diluruskan, dan Muhammad Rasyid Rida dalam tafsir Al-Manar menegaskan bahwa “seandainya kisah kejadian Adam dan Hawa tidak ada dicantumkan dalam Kitab Perjanjian Lama (Kejadian 11:12), niscaya tidak akan ada pemahaman yang salah di kalangan umat Islam tetang perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki “.  Dengan merujuk pada komentar Muhammad Rasyid Ridha tersebut, maka faham yang benar adalah asal kejadian  laki-laki dan perempuan sesungguhnya sama seperti telah diinformasikan oleh Alquran yaitu sama-sama berasal dari saripati tanah. Ini adalah asal kejadian Adam dan Hawa, sesudah itu kejadian  laki-laki dan perempuan juga sama yaitu berasal dari setets air mani yang hina dan memancar seperti dinyatakan Allah dalam ayat lain. 
 Jika informasi dari hadis tersebut mau diterima, maka perkataan “ perempuan dijadikan dari tulang rusuk laki-laki yang paling bengkok” haruslah difahami dengan makna majazi (kiasan) bukan makna hakiki supaya tidak kontradiktif dengan ayat Al-quran. Dengan memberi makna majazi,maka maksud hadis tersebut menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan merupakan dua jenis makhluk yang berbeda tetapi harus tetap menyatu dalam arti senantiasa saling membutuhkan. Selanjutnya, laki-laki (suami) harus senantiasa bijaksana dalam membimbing perempuan (isterinya), sebab perempuan mempunyai karakter  yang berbeda dengan laki-laki.
Dilihat dari aspek anatomi tubuh manusia, laki-laki dan perempuan mempunyai  perbedaan. Antara lain, perempuan mempunyai rahim untuk membesarkan bayi dalam kandungan, menstruasi, memiliki kulit yang halus, sedangkan laki-laki tidak demikian. Perbedaan lainnya  seperti yang dinyatakan oleh dokter spesialis saraf  bahwa otak perempuan lebih kecil 10% dari otak laki-laki. Namun demikian, dalam hal mampu menahan sakit perempuan lebih kuat daripada laki-laki. Hal ini dinyatakan oleh  Dr James N Dillard penulis buku “ The Chronic Pain Solution “ dan dosen di Columbia University. Alasannya karena perempuan memiliki estrogen yaitu horman yang dihasilkan dari indung telur yang mampu menahan rasa sakit. Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Dr. Jon Kar Zubeita seorang ahli saraf dari University of Michigan. Dia menambahkan bahwa pada waktu seorang perempuan merasa sakit, estrogen tersebut dapat meningkatkan endorphins kimia otak yang dapat mengurangi rasa sakit.

Laki-laki dan perempuan menurut Prof.Dr.dr.H.Dadang Hawari Psikiater,  memang memiliki karakter yang berbeda antara lain : Pertama ; dalam menghadapi berbagai masalah perempuan lebih intuitif ketimbang laki- laki. Artinya, ia lebih berpegang kepada perasaan, sebaliknya laki-laki selalu  berpegang pada rasionya. Kedua; perempuan mempunyai kemampuan yang baik dalam hal adaptasi, laki-laki kurang cepat beradabtasi. Ketiga;  perempuan dalam masalah cinta lebih menitik beratkan pada aspek psikologis seperti perhatian, kasih sayang, dilindungi sedangkan laki-laki lebih menumpukan pada aspek biologis. Keempat; perempuan lebih menyukai hal-hal yang konkret dan kecil-kecil, sementara laki-laki lebih menyukai hal-hal yang abstrak dan sifatnya global.

Perbedaan laki-laki dan perempuan cukup banyak baik dari sikap maupun anatomi tubuh. Dari hasil perbedaan di antara keduanya yang dikemukakan oleh Google Seach mencapai 50 poin. Di antaranya; sel darah perempuan 1 juta lebih sedikit dari sel darah laki-laki, rata-rata berat otak laki-laki 1,4 kg dan perempuan kurang dari itu, tulang punggung perempuan lebih lebar dan besar dibanding dengan laki-laki sebab mengikuti perkembangan tulang pinggul untuk proses persalinan. Aspek lainnya perempuan hidungnya lebih kecil tapi bibirnya lebih tebal dan laki-laki hidungnya besar dan bibirnya tipis, perempuan matanya lebih kecil daripada laki-laki, perempuan memproduksi 2 juta sel telur selama hidupnya dan laki-laki terus menerus memproduksi seperma, perempuan mempunyai 75 % lebih banyak kelenjar keringat (yang menghasilkan bau badan) daripada laki-laki. Dari segi sikap, kemampuan indera perempuan lebih baik daripada laki-laki, hubungan intim di luar nikah perempuan lebih rendah daripada laki-laki, kekuatan meremas tangan laki-laki lebih kuat daripada perempuan, perempuan yang tidur mendengkur lebih kecil dibanding dengan laki-laki ( perempuan 22 % dan laki-laki 48 %), kalau pergi ke toilet perempuan lebih lama daripada laki-laki  (perempuan 153 menit dan laki-laki 113 detik), dan keberanian memeriksakan gigi perempuan lebih berani daripada laki-laki (perempuan 55 %, aki 40 %). 

Perbedaan lainnya, khusus bagi perempuan mempunyai waktu datangnya bulan (haid), sedang pada laki-laki tidak. Berdasarkan para pakar ilmu Biologi dan Anatomi menunjukkan, bahwa perempuan di waktu datang bulan mengalami perubahan-perubahan, antara lain :
Panasnya menurun
Kelambatan pada denyut nadi, berkurang tekanan darah dan jumlah sel-selnya sedikit.
kelenjar gondok dan kelenjar limpa serta kedua amandel mengalami perubahan.
pengeluaran garam fasfot dan chlorid dari tubuh menjadi berkurang
pencernaan terganggu.
kekuatan pernafasan melemah dan timbul perasaan malas.
perasaan menjadi tumpul dan timbul perasaan malas.
kecerdasan dan daya konsentrasi berkurang.
Penelitian tentang kaum perempuan telah banyak dan juga telah lama dilakukan oleh para pakar penelitian sosial. Antara lain pada tahun 1909 Dr. Fasta Shafki mengadakan penelitian dengan cermat dan berkesimpulan, bahwa kekuatan berpikir dan daya konsentrasi perempuan berkurang pada saat datangnya bulan atau menstruasi. Prof. Kersby Shikavski telah pula mengadakan percobaan pskologis, beliau menyimpulkan bahwa perempuan mengelami kepedihan pada kumpulan syarafnya pada saat datangnya bulan atau menstruasi  dan perasaannya pun menjadi tumpul. Perasaannya tertekan ketika melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan sebelumnya. Dicontohkannya, bila dia seorang sekretaris, dia akan keliru ketika mengetik dan lamban dalam mengerjakannya. Ia sering salah dalam menyusun kalimat dan mengetiknya.

Bila ia seorang pengacara, pemaparan argumentasinya sering kurang rasional. Bila ia menjadi seorang hakim, akan terpengaruh pula dalam mengambil suatu keputusan. Kesimpulannya, pada saat menstruasi organ syaraf dan pikiran perempuan mengendor dan tidak teratur. Menurut DR. Kraft,  bahwa tabiat-tabiat perempuan mendadak berubah pada sat menstruasi. Lebih tampak lagi perubahan pada perempuan pada masa kehamilan. Pada saat itu kumpulan syarafnya terganggu selama beberapa bulan dan keseimbangan pikiran juga goyah atau tidak stabil.

 Dr. Fisher menjelaskan, bahwa sekalipun perempuan itu sehat, ia tetap mengalami tekanan dalam berbagai hal di masa kehamilan. Kondisinya sering terganggu dan  sering bingung serta kemampuan berpikirnya pun berkurang atau menurun. Sesudah melahirkan, timbul lagi masalah baru, yaitu sistem kerja tubuhnya terganggu dan perlu waktu untuk menormalkan kondisinya itu, di samping sibuk merawat anak dan menyusukannya. Dengan demikian apabila perempuan mendapat atau mengemban tugas pada saat menstruasi, hamil, dan menyusukan, tentu tugas yang diembannya itu tidak dapat berjalan sebagaimana dikehendaki. 

Berkaitan dengan kondisi objektif tersebut, sudah saatnya kaum perempuan kembali pada kodrat aslinya yaitu kembali ke rumah dan menikmati peran sebagai isteri dan ibu. Hal ini relevan dengan kondisi objektif saat ini bahwa perempuan di barat yang selama ini gencar dengan gerakan menuntut persamaan dan keadilan gender sudah mulai bangkit dan protes terhadap kerja-kerja berat tanpa memperhatikan karakteristik fisik dan psikologis kaum perempuan. Di samping itu, sudah cukup banyak perempuan di Eropa dewasa ini yang sudah merasakan kekosongan maknawiyah dalam kehidupan mereka. Kerinduan terhadap kehidupan keluarga yang penuh dengan empati dan kasih sayang menjadi suatu idaman. Kerusakan moral dan perilaku sosial  para remaja dewasa ini sudah sangat mengkhawatirkan. Anak-anak sudah banyak yang merasa bahwa kekerasan yang terjadi merupakan sesuatu yang bersifat alami. Kesemuanya ini terjadi   karena perempuan sudah meninggalkan kodrat alaminya sebagai isteri dan ibu yang harus membimbing anak-anaknya dengan rasa kasih sayang. Aktivitas kaum perempuan di luar rumah telah mengahncurkan pondasi keluarga yang sakinah dan penuh dengan belaian asih sayang. Terlibatnya  anak-anak di bawah umur dalam perilaku kekerasan dan pelanggaran terhadap norma-norma agama seperti pembunuhan, pemerkosaan, mengkonsumsi obat-obat terlarang adalah berawal dari hilangnya peran wanita sebagai ibu rumah tangga yang baik.
Perbedaan yang terkait dengan anatomi tubuh manusia tampaknya berlaku sedemikian rupa, sebab kodrat laki-laki dan perempuan memang berbeda.  Akan tetapi aspek yang terkait dengan sifat-sifat perempuan seperti telah dikemukakan adalah sesuatu yang mungkin dirobah. Berdasarkan informasi Alquran, manusia memiliki potensi untuk berubah dan Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum atau bangsa sebelum mereka berusaha untuk berubah. Ketentuan ini dinyatakan Allah dalam surat Ar-Ra’du ayat 11:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

Artinya :Bagi manusia  ada Malaikat yang selalu mengontrolnya secara bergiliran,  baik dari depan dan belakangnya, dan mereka menjaganya karena mendapat perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak  merubah  sesuatu  kaum sebelum mereka  merubah nasib mereka  sendiri Dan apabila Allah menghendaki keburukan sesuatu kaum ,maka  tidak akan ada   yang dapat menolaknya dan sekali-kali  tidak ada pelindung selain Dia.

Menurut konsep Alquran manusia tidak saja diberi potensi untuk berobah dalam urusan sosial religius, tetapi juga aspek ritual religius termasuk di dalamnya masalah iman. Tegasnya, masalah iman dan kafir bukan hanya hak mutlak Tuhan, tetapi juga hak setiap manusia. Jika seseorang benar-benar mau beriman, niscaya ia akan beriman tetapi jika seseorang mau tetap kafir juga merupakan haknya. Dalam kaitan ini, sudah cukup banyak fakta historis yang seharusnya dapat dijadikan pelajaran. Abu Talib adalah paman kandung Nabi Muhammad Saw yang semenjak kecil membela dan melindunginya. Akan tetapi, sampai akhir hayatnya ia tidak mau memeluk Islam karena memang dirinya tidak mau berubah dari kafir menjadi muslim. Orang-orang seperti ini menurut Syekh Mutawali Sya’rawiy adalah orang  yang hatinya telah ditutup Allah untuk menerima kebenaran. Maksudnya, karena seseorang senang dan bertahan dalam kekafiran, maka Allah Yang Mahakaya membantunya tetap dalam kekafiran.  Sebaliknya, Umar bin Khattab yang semula benci terhadap Islam dan menjadi musuh besar orang-orang Islam, akhirnya menjadi muslim yang taat karena ia mau berubah dari kafir menjadi muslim. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang tercantum dalam surat Alkahfi  ayat 29:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا 
Artinya :Dan katakanlah (wahai Muhammad) kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, siapa saja yang ingin beriman pasti ia beriman dan siapa saja yang ingin kafir pasti juga akan kafir. Sesungguhnya Kami janjikan untuk orang-orang yang zalim itu masuk dalam neraka.
Informasi yang dinyatakan Allah tersebut cukup jelas bahwa manusia (laki-laki dan perempuan) mempunyai potensi besar untuk berubah dalam berbagai persoalan hidup. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan seperti telah dikemukakan di atas, juga cukup jelas. Namun demikian, perbedaan yang cukup signifikan tersebut dapat dirubah sehingga perbedaan tersebut tidak terlalu jauh. Di antara usaha perubahan dapat dilakukan melalui pendidikan. Tegasnya, perempuan yang tingkat emosionalnya 80 % dan rasionalitas 20 % dapat berobah menjadi 60 berbanding 40 jika ia mau berusaha merubahnya seperti menempuh  pendidikan sampai ke jenjang pendidikan Tinggi atau juga berbanding terbalik 20:80.  Ketentuan-ketentuan tersebut tidak merupakan barang mati yang besifat konstan dan tidak berubah.

Berkaitan dengan perubahan, Thomas Edison menyatakan bahwa sesungguhnya hasil intuisi orang hanya punya andil 1 % dalam suatu perubahan sedangkan  99 % ditentukan dengan keringat (usaha).
 Berkaitan dengan kepemimpinan dalam keluarga  tetap menjadi hak laki-laki (suami) selama ia memiliki dua kelebihan yaitu kemampuan intelektual dan ekonomi.   Akan tetapi, jika realitasnya laki-laki (suami) sudah tidak memiliki dua kelebihan tersebut, maka perempuan (isteri) dapat mengambil alih kepemimpinan dalam keluarga. Konsekuensinya, perempuan (isteri) menjadi pemimpin dan laki-laki (suami) orang yang harus dipimpin dan harus patuh kepada perempuan (isteri). Ketentuan ini sepintas kontradisksi dengan petunjuk hadis yang menyatakan bahwa ” tidak akan beruntung suatu bangsa jika mereka menyerahkan urusan mereka kepada perempuan ” .      Hadis ini harus difahami secara komprehensif agar tidak menimbulkan sesuatu yang bersifat kontradiktif. Artinya, larangan dalam hadis tersebut berlaku dalam keadaan normal yaitu apabila laki-laki (suami) memang memiliki dua kelebihan (kemampuan intelektuan dan ekonomi) seperti yang dinyatakan dalam Alquran. Jika dua syarat tersebut tidak ada tentunya laki-laki (suami) harus rela kehilangan haknya dan harus menyerahkan hak kepemimpinannya kepada perempuan (isteri). Dalam kaitan ini berlakulah kaedah fiqhiyah yang menyatakan bahwa hukum itu dapat berubah sesuai dengan illatnya (   الحكم يـــدور مع العلـــة وجـــودا وعـــدما    ) 
Persoalan ini, sesungguhnya secara factual telah banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Dalam realitas kehidupan keluarga memang ada isteri yang menjadi pemimpin dan suami menyetujui apa saja yang dikatakan oleh isteri.   Bahkan suami rela mengasuh anak di rumah dan isterinya kerja di luar rumah baik sebagai pejabat maupun stap biasa. Ada pula kehidupan dalam keluarga, isterinya kerja keras di ladang atau sawah, sementara suaminya turut kerja sebentar lalu pulang dan duduk-duduk di kedai kopi sampai sore bahkan sampai malam. Dalam kondisi seperti inipun suami masih tetap mengatakan dialah sebagai pemimpin dalam rumah tangga, padahal seharusnya sudah berubah status. Tegasnya, dia harus sudah bisa menerima kenyataan bahwa dia tidak lagi menjadi pemimpin dalam rumah tangga, tetapi menjadi orang yang dipimpin.

  Pendapat Imam Syafi’i yang melarang perempuan jadi pemimpin telah banyak ditinggalkan orang, sehingga banyak perempuan yang mendapat amanah jadi pemimpin walaupun secara kuantitatif belum dapat mengimbangi kepemimpinan laki-laki. Pendapat Imam Syafi’i tersebut diyakini actual di masanya, karena tidak mungkin seorang mujtahid berijtihad tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi objektif waktu itu. Kuat dugaan, bahwa di masa lalu kondisi kaum perempuan masih banyak yang belum mempunyai pendidikan tinggi, sehingga tidak memiliki kualifikasi untuk menjadi pemimpin. Menurut konsep Alquran untuk menjadi pemimpin paling tidak harus mempunyai dua syarat utama yaitu bastatan fi al-ilmi wa al- jism artinya luas ilmu dan kuat fisiknya.

Dengan semangat berijtihad yang berkembang dewasa ini, pendapat Imam Syafi’i tentang tidak bolehnya perempuan menjadi pemimpin, wajar kalau tidak lagi dijadikan pedoman oleh berbagai kelompok masyarakat. Dewasa ini dunia sudah berubah sangat drastis, kondisi kaum perempuan sudah tidak seperti dahulu. Mereka sudah banyak yang memiliki ilmu pengetahui dengan berbagai disiplin ilmu seperti kaum laki-laki. Atas dasar ini, maka wajarlah kalau kita kembali kepada konsep Alquran yang tidak pernah melarang perempuan menjadi pemimpin. Di samping itu, masalah kepemimpinan bukan termasuk ibadah mahdah tetapi masuk dalam aspek muamalah. Dalam kaedah fiqhiyah dinyatakan bahwa asal pada sesuatu hukumnya boleh kecalai ada dalil yang melarangnya (  ألاصــل فى الاشـــياء ألاباحـــة إلا ما يـــدل عليه الدليـــل  ) Namun demikian, ini berlaku bagi perempuan-perempuan yang sudah memiliki kualifikasi kepemimpinan.

Beberapa Ketentuan Tentang Bias  Gender

    Terdapat beberapa penjelasan baik Alquran maupun hadis tentang bias gender atau ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, antara lain :
Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى 


Artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang hutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimplakkan, maka hendaklah walinya mengimplakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki di antaramu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seseorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. 
    Ayat di atas menjelaskan tentang saksi dalam persoalan muamalah (hutang piutang). Allah telah menegaskan bahwa saksi dalam persoalan muamalah ialah dua orang dua orang laki-laki. Jika tidak ada dua orang laki-laki, boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan. agar dapat saling mengingatnya. Tegasnya, dalam permasalahan saksi prinsipnya tetap dua orang laki-laki , tetapi jika situasi tidak mendukung boleh satu orang laki-laki ditambah dua orang perempuan. Ketentuan ini merupakan bias gender atau tidak memihak  pada kesetaraan dan keadilan gender.

2. Tentang Imam Dalam salat
     Dalam masalah perempuan menjadi imam salat bagi laki-laki  ada dijelaskan dalam beberapa  Rasul saw sebagai berikut :
 
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمـــر أم ورقـــة أن تـــْوم نـســـاء أهــــل دارها .رواه الدارقطنى
Artinya: bahwa Rasulullah saw menyuruh Ummu Waraqah menjadi imam bagi kaum perempuan di rumahnya. Hadis riwayat Daruqutni.     

    Dalam hadis lain Rasulullah saw berkata :

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمـــر أم ورقـــة أن تـــْوم أهــــل دارها .رواه  أبو داود
Artinya: bahwa Rasulullah saw menyuruh Ummu Waraqah menjadi imam bagi penghuni rumahnya Hadis riwayat Abu Dawud.
Dalam hadis lain Rasulullah saw ada bersabda dalam hadisnya sebagai berikut :
 
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تــْومــن امرأة  رجـــــلا. رواه ابـن ماجـــه.
Artinya : Rasulullah saw bersabda : janganlah seorang perempuan menjadi imam bagi laki-laki. Hadis riwayat Ibn Majah.      

    Ketiga hadis tersebut langsung berbicara tentang imam perempuan dalam salat. Hadis pertama, menjelaskan  bahwa Ummu Waraqah disuruh oleh Rasulullah saw  untuk menjadi imam bagi perempuan yang ada di rumahnya. Hadis kedua, bersifat umum karena ada lafaz bagi penghuni rumahnya. Dalam kaitan ini yang menjadi pedoman adalah hadis pertama yang maknanya khusus yaitu perempuan boleh jadi imam asal jamaahnya perempuan. Hadis ketiga, menegaskan bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam salat bagi laki-laki. Atas dasar ini, maka MUI pusat telah memutuskan haram hukumnya perempuan menjadi imam salat bagi laki-laki. Ketentuan ini merupakan sesuatu yang cukup jelas tentang adanya bias terhadap kesetaraan dan keadilan gender. Oleh karena permaslahan ini termasuk dalam ibadah mahdah, maka ketentuan ini harus dipatuhi dan dilaksanakan sebab kita tidak dibenarkan menambah atau  mengurangi semua ketentuan dalam ibadah. Dalam kaitan ini Rasulullah saw menegaskan bahwa siapa saja yang beramal tidak sesuai dengan ketentuan  kami pasti amalnya tidak akan diterima Allah. Ketentuan ini relevan dengan hadis Rasul sebagai berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ  قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ . رواه البخارى .
 Artinya:
Dari  Aisyah ra, ia berkata ,Rasulullah saw ada bersabda ; siapa saja yang melakukan sesuatu yang tidak sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan kami, maka dianya ditolak. Hadis riwayat Bukhariy.

Posisi Perempuan Dalam Salat Berjamaah
    Salat merupakan ibadah mahdah, sebab segala ketentuannya telah diatur secara detail oleh Rasulullah Saw. Tegasnya, mulai dari penentuan waktu, niat ,takbiratul ihram, bacaan-bacaannya  sampai pada salam dan bacaan zikir sesudahnya diajarkan oleh Rasulullah secara jelas. Berkaitan dengan posisi perempuan pada salat berjamaah juga telah ada petunjuk dari Rasulullah Saw. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Saw sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا . رواه مسلم .
 
Artinya:
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda :sebaik-baik saf (barisan) dalam salat  kaum laki-laki adalah yang paling terdepan dan yang paling buruk adalah barisan akhir, dan sebaik-baik saf perempuan adalah saf atau barisan terakhir dan yang paling buruk adalah saf atau barisan paling depan. Hadis riwayat Muslim.     

     Dalam riwayat lain ditegaskan bahwa urutan saf dalam salat berjamaah ialah laki-laki, lalu disusul dengan saf anak-anak yang laki-laki, lalu anak-anak perempuan, lalu saf perempuan dewasa. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Ghanim.
Ketentuan tentang posisi saf perempuan dalam salat berjamaah bersama laki-laki jelas terdapat perbedaan. Laki-laki menempati urutan pertama setelah imam, sedangkan saf yang paling utama bagi perempuan dewasa adalah saf paling akhir setelah saf anak-anak perempuan yang harus berada di depannya. Ketentuan ini menunjukkan bahwa laki-laki dilebihkan oleh Allah daripada perempuan dalam pelaksaan ibadah salat berjamaah.
Hal ini tentunya mengandung hikmah, sebab Allah tidak menetapkan sesuatu untuk dikerjakan tanpa ada manfaatnya. Di antara lain mewujudkan kekhusukan dalam melaksanakan salat, sebab jika perempuan di depan kaum laki-laki akan dapat menggangu konsentrasi karena perempuan dapat memberikan rangsangan kepada laki-laki. Di samping itu jika terjadi serangan mendadak dari pihak musuh diharapkan laki-laki akan mampu menghadapinya karena fisik laki-laki lebih kuat daripada perempuan.

Kedudukan Perempuan  Dalam Keluarga
Perempuan mempunyai kedudukan yang begitu penting dalam kehidupan rumah tangga.  Hal ini dapat dilihat, bahwa peranan perempuan sebagai ibu rumah tangga lebih banyak penekanannya pada usaha membina dan menciptakan keluarga bahagia. Pembinaan itu sudah harus dimulai semenjak dari dalam kandungannya sampai setelah anak lahir. Sebaliknya, suasana keluarga yang tidak sehat, kacau, tidak harmonis dan tidak ada saling pengertian, akan berdampak negatif  bagi perkembangan anak.
Banyak sekali anak-anak yang menjadi korban, kehilangan masa depan, dan nakal, sebagai akibat dari suasana keluarga yang tidak harmonis. Keharmonisan dalam rumah tangga, sangat terkait langsung dengan bimbingan, perhatian dan pendidikan yang diberikan oleh orang tua, dan ibu memiliki peran yang sangat penting. Ibulah yang mendidik anak-anak dalam rumah tangga sehingga mempunyai  sifat-sifat yang baik, karena di antara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat. Rumah tangga, memang merupakan institusi yang paling kecil, tetapi ia merupakan sarana yang amat penting dan akan dapat mempengaruhi terwujudnya masyarakat dan pemerintahan yang adil dan makmur. Jika prempuan dapat menjalankan fungsinya  sebagai ibu rumah tangga yang baik,maka ibu akan dapat menghantarkan kehidupan keluarga menuju kehidupan Surgawi, sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
ألجنـــة تحــت أقـــدام الامهات . رواه الخـــطيب عن أنــــس .
Artinya: Surga itu berada di bawah kaki ibu. Hadis riwayat al-Khatib dari Anas.

Hadits di atas telah memberi informasi yang cukup jelas bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Artinya, perempuan sebagai ibu rumah tangga mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam mengantar anak-anaknya masuk ke dalam surga. Surga yang dimaksudkan paling tidak mempunyai dua makna. Pertama, adalah surga di hari akhirat yang telah dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang patuh kepada perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.  Kedua, Surga di dunia adalah kebahagiaan hidup yang meliputi kebahagiaan lahiriah dan batiniah. Dengan demikian, seorang perempuan sebagai ibu rumah tangga mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberlangsungan masa depan anak-anaknya. Atas dasar ini, maka kaum ibu dituntut agar mampu memberi arahan dan pendidikan kepada anak-anaknya demi tercapainya tujuan dimaksud.
 Hal ini berarti, seroang ibu harus mempunyai pengetahuan yang memadai dan paling tidak untuk saat ini mempunyai ijazah Sarjana atau S1. Tujuannya, agar pendidikan anak dapat dilaksanakan secara profesional dan tidak asal jadi.  Ini, merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab sumber daya manusia merupakan asset dalam rumah tangga dan juga daqlam suatu negara yang sangat diperlukan setiap waktu untuk mencapai kehidupan yang harmonis.
Sejalan dengan hadis di atas, Abu Bakar al-Asy’ari mengatakan “ Perempuan adalah surga dan rumah tangga adalah sekolah yang akan menghasilkan kesatria-kesatria, cerdik cendikiawan dan pemimpin di masa depan “.  Perempuan yang banyak tinggal di rumah, mengasuh dan menuntun anak-anak ke jalan yang benar serta menyelenggarakan keperluan suami seperti mengatur hidangan makanan, minuman dan pakaian, adalah perempuan yang mulia. Dia adalah idaman dan harapan  masa depan keluarga yang akan dapat membentuk keluarga bahagia.
Kalau kita melihat secara cermat, tentang tugas seorang perempuan sebagai ibu rumah tangga, sungguh tugas yang tidak ringan. Allah telah menentukan kodrat perempuan yang amat berat, karena secara fisik dan rohani seorang perempuan sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang ibu. Perempuan sebagai makhluk yang dikodratkan sebagai perantara wujudnya manusia di muka bumi ini, karena merekalah yang sanggup mengandung, memelihara, melimpahkan kasih sayang dan mendidik anak-anak yang dilahirkannya itu. Atas dasar ini, maka seyogianya kaum perempuan tidak mengesampingkan tugas-tugas mulia sesuai dengan kodratnya.

Perempuan Karir.
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi di era globalisasi semakin banyak membuka peluang bagi kaum perempuan untuk menjadi wanita karir. Namun semakin terbukanya berbagai kesempatan bagi perempuan untuk ikut aktif berperan dalam masyarakat, berbagai masalah akan timbul. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab yang antara lain ; Apakah kaum perempuan fungsinya hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya, atau menjadi isteri dari suaminya, atau ikut dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan (profesional) secara penuh, atau membagi kegiatan tersebut  secara berimbang. 
Secara umum, motivasi bekerja bagi perempuan di luar rumah  bukanlah semata-mata mencari penghasilan, tetapi ada tujuan- tujuan lain. Misalnya, ingin berprestasi, memperoleh pengetahuan,  mendapat status sosial dalam masyarakat  yang pada intinya ingin mendapat kepuasan diri pribadinya. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, tidak selamanya berjalan mulus sesuai dengan harapan. Ada saja masalah yang muncul dalam meniti karier yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Perempuan karier yang aktif di luar rumah, seperti aktif dalam organisasi, sebagai pegawai perusahaan swasta, pegawai negeri dan lembaga-lembaga  lainnya, banyak yang kurang memahami tugas pokoknya dan bahkan ada yang melupakannya sama sekali. Alasannya, mengurus dapur dan rumah tangga tidak begitu penting, karena dapat ditanggulangi dan diatasi oleh pembantu. Keluhan lain sebagai ibu rumah tangga yang terus menerus menghadapi kewajiban dalam rumah tangga adalah merasa bosan dengan tugas-tugas rutin yang ada.
Berkaitan dengan kondisi perempuan dewasa ini       paling tidak ada 4  golongan perempuan , yaitu :
Perempuan yang sengaja memilih hidup sendirian. Tegasnya ia tidak mau berumah tangga dan ingin menghabiskan seluruh kehidupannya untuk kepentingan masyarakat. 
Perempuan yang  sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga. Seluruh tenaga dan fikirannya dihabiskan untuk   kepentingan keluarga dengan cita-cita yang luhur ingin mewujudkan kehidupan rumah tangga yang harmanis.
Perempuan yang memberikan perioritas  kehidupannya untuk kemajuan karirnya dan kurang mementingkan kewajiban terhadap suami dan anak-anaknya.
Perempuan yang memilih jalan tengah atau menganut teori konvergensi. Artinya, ia bekerja dan menerima tetap menerima kewajiban sebagai ibu rumah tangga.    Sebagai perempuan yang berkarir tentunya akan menghadapi tantangan dan hambatan ditempat kerjanya,  akan tetapi ia rela karena kesadarannya, bahwa baginya kelurga adalah urusan yang sangat penting.
 
Bagi perempuan yang memilih jalan hidupnya tidak berumah tangga tentunya sudah lepas dari tanggung jawab dalam keluarga. Masalah yang memerlukan pencermatan adalah perempuan yang berfungsi ganda, yaitu perempuan sebagai ibu rumah tangga, sebagai isteri dan sebagai perempuan  karier. Faktor apa sesungguhnya yang mendorong perempuan itu berkarier? Lewis dalam buku “Developing Woman’s Potential”, menyatakan bahwa kondisi yang mengubah status dan peran perempuan yang  antara lain sebagai berikut :
Perkembangan sektor Industri.
Terjadinya lonjakan aktivitas di sektor industri, terjadi penyerapan tenaga pekerja secara besar-bersaran. Dengan kekurangan tenaga kerja, banyak tenaga kerja perempuan yang diperbantukan, terutama pada pekerjaan yang tidak membutuhkan tenaga dan pikiran yang mendalam.
Pengaruh negara maju.
Di negara-negara maju, kondisi kerja yang baik dan waktu kerja yang sesuai dengan kondisi objektif memungkinkan para perempuan yang bekerja dapat membagi tanggung jawab pekerjaan dengan baik. Dengan demikian, mereka mengambil kebijaksanaan untuk bekerja di luar rumah dalam rangka menambah penghasilan sekaligus memperoleh status sosial yang baik.
Pengaruh Pendidikan.
Kemajuan perempuan di sektor pendidikan, dan semakin luasnya kesempatan bagi perempuan untuk menuntut ilmu, banyak perempuan terdidik tidak lagi merasa puas bila hanya menjalankan perannya dirumah saja. Mereka perlu mendapat kesempatan untuk berprestasi dan mewujudkan kemampuan dirinya sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya. Atas dasar ini, maka banyak perempuan yang mempunyai karir dengan baik dalam suatu instutusi negeri maupun swasta. 
Terjadinya Perubahan.
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat  tani di desa menjadi masyarakat  kota modern. Kondisi sosial ekonomi yang kurang baik di daerah pedesaan menjadi alasan utama masyarakat  desa mengadu nasipnya di kota-kota besar. Keadaan kehidupan yang sulit inilah yang juga membuat kaum perempuan tidak dapat berpangku tangan saja di rumah. Mereka tergugah untuk bertanggung jawab atas kelanjutan hidup keluarga dan karena itu lalu mereka bekerja.
Jika diperhatikan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan perempuan sebagai ibu rumah tangga sebenarnya sudah cukup memadai, ditambah lagi sebagai isteri pendamping suami. Degan demikian, apabila ada perempuan yang berkarier, seperti seniman, artis, pengusaha, pegawai dan pemeran dalam berbagai kegiatan lainnya, seyogiyanya mempertimbankan tugas pokok yang harus diembannya. Kedudukannya sebagai ibu rumah tangga, tanpa mengecilkan arti kegiatan yang dilakukan di luar rumah tangga adalah suatu kedudukan yang cukup mulia. Kegiatan apapun diluar rumah tangga boleh dilakukan, asal jangan melupakan kodratnya sebagai perempuan, sebab tugas ibu dan isteri tidak dapat digantikan oleh pembantu, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan, kasih sayang dan perhatian terhadap anak – anak.
Peluang untuk perempuan bertugas di luar rumah cukup banyak. Jika sudah banyak perempuan yang meninggalkan tugas pokonya sebagai ibu rumah tangga, maka lebih banyak lagi anak-anak yang kehilangan kasih sayang dan perhtian  dari orang tuanya.  Akibatnya, anak-anak menjadi nakal,bandel dan mencari perhatian di dalam masyarakat  dengan membuat kegaduhan dan tingkah laku yang menggelisahkan masyarakat. Mereka  melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak terpuji seperti; mencuri, merampok, terlibat dalam mengkonsumsi obat-obat terlarang dan sebagainya.   

Penutup
    Persepsi masyarakat tentang perempuan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kebudayaan masing-masing. Sebelum Islam, kaum perempuan dianggap sebagai makhluk yang tidak mempunyai kelebihan apa-apa dan dijadikan sebagai pemuas hawa nafsu seksual bagi laki-laki. Mereka boleh diperjualbelikan dan dihadiahkan kepada orang lain. Islam datang untuk merubah persepsi yang salah terhadap kaum perempuan. Perempuan diberikan hak mendapat harta warusan, padahal sebelumnya hak tersebut tidak pernah ada. Mengawini perempuan yang selama ini dibolehkan dalam jumlah tidak terbatas, telah dibatasi dengan jumlah terbatas yaitu maksimal empat orang dengan syarat suami mampu berbuat adil kepada isteri-isterinya.
    Dalam berbagai ayat ditemukan bahwa Allah telah mengakui eksistensi  kesetaraan dan keadilan gender. Misalnya, kewajiban menjalankan ibadah salat lima waktu, puasa ramadhan, membayar zakat, melaksanakan haji dan lain-lainnya. Ancaman hukuman dalam tindak pidana pembunuhan, pencurian dan perzinahan juga terdapat kesetaraan dan keadilan gender. Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang merupakan bias dari kesetaraan dan keadilan gender. Antara lain, saksi dalam masalah muamalah dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Dengan demikian seorang laki-laki imbangannya dua orang perempuan. Dalam salat berjamaah bersama laki-laki perempuan  perempuan tidak boleh menjadi imam, sedangkan laki-laki boleh jadi imam.  Posisi dalam salat berjamaah bersama laki-laki saf perempuan haruslah di belakang saf laki-laki dan di depan saf anak-anak laki-laki dan peremppuan.  
 Dalam aspek yang telah ditentukan oleh nas secara jelas, kesetaraan gendertidak dapat diberlakukan seperti tuntutan orang-orang yang berfikir leberal.  Tegasnya, jika dalam suatu hadis telah ada penjelasan yang rinci dan hadisnya sahih, maka ketentuan tersebut wajib dipedomani. Dengan demikian, gagasan  Amina Wadud yang telah menggagas pemikiran tentang bolehnya perempuan menjadi imam salat bersama laki-laki adalah sesuatu yang sulit untuk diterima. Bahkan Prof.Dr.Yusuf Qardhawi dengan tegas menyatakan bahwa Amina Wadud telah menyimpang dari tradisi Islam yang telah berjalan selama 14 abad. Sementara Abdul Aziz al-Shaikh – Mufti Agung Aarab Saudi- mengatakan bahwa Amina Wadud adalah musuh Islam yang menentang hukum Tuhan.
Dalam masalah sosial, keterlibatan perempuan  tidak ada larangan yang tegas. Dengan demikian, hal itu merupakan keboleh. Namun demikain, aktivitas perempuan di luar rumah dan terlibat dalam berbagai masalah sosial harus dipertimbangkan kemaslahatannya. Bagi perempuan yang hidup sendirian apakah karena tidak nikah atau sudah tidak mempunyai suami dan anak-anaknya sudah tidak memerlukan bimbingan daripadanya, boleh saja melakukan aktivitas sosial seperti laki-laki jika tidak menimbulkan fitnah. Bagi perempuan-perempuan yang mempunyai kewajiban terhadap suami dan anak-anaknya harus tetap mempertimbangkan faktor kemaslahatan. Tuntutan untuk melaksanakan kewajiban terhadap suami dan anak-anak tentunya harus menjadi perioritas utama. Hal ini disebabkan   ibu rumah tangga merupakan kunci dari terwujudnya kehidupan yang harmonis dalam kehidupan rumah tangga.
Tuntutan kesetaraan genderseperti yang dituntut di barat, tampaknya tidak dapat diterima secara utuh, sebab budaya kita berbeda dengan mereka. Perempuan silahkan saja berkarir asal sesuai dengan kodrat dan tuntutan kondisi objektifnya, tetapi faktor kemaslahatan dalam rumah tangga harus menjadi pertimbangan utama. Apalah arti sebuah kesetaraan genderkalau akan menghancurkan sendi-sendi keharmonisan dalam rumah tangga, masyarakat dan negara.
Berdasarkan fakta yang ada, negara-negara yang memberlakukan keadilan dan kesetaraan gender 50:50 seperti di Skandinavia justeru telah mengalami kerusakan struktur sosial. Angka perceraian meningkat 100 % dalam waktu 20 tahun, anak yang lahir di luar nikah hampir melebihi 50 %. Kenakalan remaja meningkat 400 % dan anak-anak yang terlibat masalah narkotika, obat bius dan tindak kekerasan juga mencapai 400 % (1970-1980). Kenyataan seperti ini tidak saja terjadi di Skandinavia, tetapi juga terjadi di Amerika.
Terlepas dari tuduhan bahwa kesetaraan gender adalah agenda internasional, agenda idiologi kapitalisme, liberalisme global dan lain-lain, kiranya umat Islam harus tetap menyadari bahwa Islam telah menentukan berbagai ketetapan hukum. Keberlakukan hukum adakalanya sama antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu tetap ada perbedaan. Ketentuan-ketentuan Islam sudah sesuai dengan kodrat kemanusiaan dan menyalahinya adalah suatu deviasi atau penyimpangan. Kaum perempuan harus menyadari bahwa dalam dirinya ada tanggung jawab dan  tugas yang sangat mulia serta terhormat yaitu sebagai isteri dari suami dan ibu dari anak-anak.  Kaum perempuan sesungguhnya memiliki peranan yang sangat besar dan urgen dalam mewujudkan kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangga yang secara embriotik merupakan gambaran dari ketenteraman hidup masyarakat dan negara. Dengan demikian,  tuntutan terhadap kesetaraan genderyang dikumandangkan oleh dunia barat harus dicermati dengan seksama, agar kita tidak salah mengambil kesimpulan.













 











Daftar Bacaan

Abbas Mahmoud al-Akkad, al-Mar’ah fi al-Qur’an, terj.Chadijah Nasution, Perempuan Dalam al-Qur’an, Bulan Bintang,Jakarta, 1984.

AlQur'an dan Terjemahnya, Departemen Agama.    
As-Suyuti dalam al-Jami; as-Saghir, jld.2, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Indonesia, t.t..
Beirut, Libanon, 1989.

CD The Holy Quran.
Dadang Hawari, Psikiater, Alqura’an,Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta,1999.

Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahnya, Mujamma’ Al-Malik Fahd Litiba’at Al-Mush-Haf Asy Syarif Medinah Munawarah, Kerajaan Saudi Arabia, 1420 H.

Fakultas Dakwah IAIN Raden Fatah Palembang, Wardah; Jurnal Dakwah dan Kemasyarakatan, Fakultas Dakwah , Desember 200.

Fatimah Umar Nasif, Women in Islam ; a discource in rights and obligation, terj. Burhan Wirasubrata dan Kundan D Nuryakien, Menggugat Sejarah Perempuan, Cendekia Sentra Musim, Jakarta, 2001.

Hasan Zakaria Falyafil, Perempuandalam Sorotan,  (Terjemahan) Yayasan Perguruan Islam, Surabaya, 1994

Hasan Zakaria Falyafil, Perempuandalam Sorotan,  (Terjemahan) Yayasan Perguruan Islam, Surabaya, 1999.

Hayati Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, terj. Amir Hamzah Fachruddin, Ensiklopedi Perempuan Muslimah, Darul Falah, 1418 H.

http: www.mail-archive.com/ (aroen 99sosiety) Ide Gender: Racun berbalut Madu, page 1 of 8.
http://www.kompas.com.Debat tentang Perbedaan itu belum juga usai, page 2 of 4.

http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/0606/kes2.html,page 1 of 2.

http:/www.mailarchive.com/aroen99society@yahoogroups.com/msg02705.html 1/23/2007.

Ibn Kasir, Tafsir Alquran al-Azim, jld.2, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut ,Libanon, 1998.

Ibn Majah dari Ibn Umar. Lihat, As-Syuyuti, al-Jami’ as-Saghir, juz 2, Maktabah Dar
Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, t.t.

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Munas VII Majelis Ulama Indonesia,MUI,Jakarta,2005.
Muhammad Ali as-Sais, Tafsir Ayat Al-Ahkam, jld. 2, Dar al-Fikr, Beirut, Libanon, t.t.

Muhammad Faiz al-Math, Keistimewaan Islam, (Terjemah), Gema Insani Press, Jakarta, 1995.

Muhammad Faiz al-Math, Keistimewaan Islam, (Terjemah), Gema Insani Press, Jakarta, 1995.

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, jld IV, Kairo ,Dar al-Manar,

Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-dasar  Pembinaan Hukum Fiqh

R.Ian Seymour, Discover  Your True Potential, terj.Hendry M.Tanaja, Temukan Potensi Sejati Anda, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2006.

S.C.Utami Munandar, Emansipasi dan Peran Ganda Perempuan Indonesia, Suatu Tinjauan Psikologis, UI Press, Jakarta, 1985.

S.C.Utami Munandar, Emansipasi dan Peran Ganda PerempuanIndonesia, Suatu Tinjauan Psikologis, UI Press, Jakarta, 1985.

Safiyurrahman al-Mubarakfury, ar-Rahiq al-Makhtum; Bahs fi as-Sirah  ala Sahibiha afdal as-salatu wa as-Salam, terj.Hanif Yahya, Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad saw Dari Kelahiran  Hingga Detik-Detik Terakhir, Megatama Sofwa Pressindo, 2004.

Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtarul Haidits an – Nabawiyah! Darul Fikri, Beirut.

Sayyid Sabiq, Fiqh as-sunnah, jld.2, cet.4, ,Dar al-Fikr, Beirut,  1983.

Sitoresmi, Sosok PerempuanMuslimah, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1993.
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami’ Fii Fiqhi an-Nisa’, terj. M.Abdul Ghpffar,E.M, Fiqih Wanita, Pustaka Al-Kausar, Jakarta ,2002.

Syaltut Mahmud, Al-Fatawa,Darul Qalam, Kairo.
Syed Mahmudunnasir, Islam Its Copcepts and History, Kitab Bahavan, t.t.

Syekh Muhammad Mutawally  Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, jld.1, terj. Tim Safir al-Azhar, Duta Azhar, Jakarta, 2004.

Untung Santosa dan Aam Amiruddin, Cinta & Seks Rumah Tangga Muslim, Khazanah Intelektual,Bandung, 2006.
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jld.7,Dar al-Fikri Beirut,Libanon, 1989.

Abbas Mahmoud al-Akkad, al-Mar’ah fi al-Qur’an, terj.Chadijah Nasution, Perempuan Dalam al-Qur’an, Bulan Bintang,Jakarta, 1984.

AlQur'an dan Terjemahnya, Departemen Agama.    
As-Suyuti dalam al-Jami; as-Saghir, jld.2, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Indonesia, t.t..
Beirut, Libanon, 1989.

CD The Holy Quran.
Dadang Hawari, Psikiater, Alqura’an,Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta,1999.

Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahnya, Mujamma’ Al-Malik Fahd Litiba’at Al-Mush-Haf Asy Syarif Medinah Munawarah, Kerajaan Saudi Arabia, 1420 H.

Fakultas Dakwah IAIN Raden Fatah Palembang, Wardah; Jurnal Dakwah dan Kemasyarakatan, Fakultas Dakwah , Desember 200.

Fatimah Umar Nasif, Women in Islam ; a discource in rights and obligation, terj. Burhan Wirasubrata dan Kundan D Nuryakien, Menggugat Sejarah Perempuan, Cendekia Sentra Musim, Jakarta, 2001.

Hasan Zakaria Falyafil, Perempuandalam Sorotan,  (Terjemahan) Yayasan Perguruan Islam, Surabaya, 1994

Hasan Zakaria Falyafil, Perempuandalam Sorotan,  (Terjemahan) Yayasan Perguruan Islam, Surabaya, 1999.

Hayati Binti Mubarok al-Barik, Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah, terj. Amir Hamzah Fachruddin, Ensiklopedi Perempuan Muslimah, Darul Falah, 1418 H.

http: www.mail-archive.com/ (aroen 99sosiety) Ide Gender: Racun berbalut Madu, page 1 of 8.
http://www.kompas.com.Debat tentang Perbedaan itu belum juga usai, page 2 of 4.

http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/0606/kes2.html,page 1 of 2.

http://www.mailarchive.com/aroen99society@yahoogroups.com/msg02705.html 1/23/2007.

http:/ / www.swaramuslim.net/ more,php?id = 5396 0 1 0 m. page 1,2,3.4.

http:/ / fullfilth.blogspot.com/2006/03/fakta-lelaki dan perempuan.html 2/20/2007,page 1,2 of 4

Ibn Kasir, Tafsir Alquran al-Azim, jld.2, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut ,Libanon, 1998.

Ibn Majah dari Ibn Umar. Lihat, As-Syuyuti, al-Jami’ as-Saghir, juz 2, Maktabah Dar
Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, t.t.

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Munas VII Majelis Ulama Indonesia,MUI,Jakarta,2005.
Muhammad Ali as-Sais, Tafsir Ayat Al-Ahkam, jld. 2, Dar al-Fikr, Beirut, Libanon, t.t.

Muhammad Faiz al-Math, Keistimewaan Islam, (Terjemah), Gema Insani Press, Jakarta, 1995.

Muhammad Faiz al-Math, Keistimewaan Islam, (Terjemah), Gema Insani Press, Jakarta, 1995.

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, jld IV, Kairo ,Dar al-Manar,

Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-dasar  Pembinaan Hukum Fiqh

R.Ian Seymour, Discover  Your True Potential, terj.Hendry M.Tanaja, Temukan Potensi Sejati Anda, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2006.

S.C.Utami Munandar, Emansipasi dan Peran Ganda PerempuanIndonesia, Suatu Tinjauan Psikologis, UI Press, Jakarta, 1985.

Safiyurrahman al-Mubarakfury, ar-Rahiq al-Makhtum; Bahs fi as-Sirah  ala Sahibiha afdal as-salatu wa as-Salam, terj.Hanif Yahya, Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad saw Dari Kelahiran  Hingga Detik-Detik Terakhir, Megatama Sofwa Pressindo, 2004.

Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtarul Haidits an – Nabawiyah! Darul Fikri, Beirut.

Sayyid Sabiq, Fiqh as-sunnah, jld.2, cet.4, ,Dar al-Fikr, Beirut,  1983.

Sitoresmi, Sosok PerempuanMuslimah, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1993.

Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami’ Fii Fiqhi an-Nisa’, terj. M.Abdul Ghpffar,E.M, Fiqih Wanita, Pustaka Al-Kausar, Jakarta ,2002.

Syaltut Mahmud, Al-Fatawa,Darul Qalam, Kairo.
Syed Mahmudunnasir, Islam Its Copcepts and History, Kitab Bahavan, t.t.

Syekh Muhammad Mutawally  Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, jld.1, terj. Tim Safir al-Azhar, Duta Azhar, Jakarta, 2004.

Untung Santosa dan Aam Amiruddin, Cinta & Seks Rumah Tangga Muslim, Khazanah Intelektual,Bandung, 2006.
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jld.7,Dar al-Fikri Beirut,Libanon, 1989.


://












   
 





































Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website